Jumat, Oktober 03, 2008
Ketika Aktivis Jatuh Cinta
Oleh : Alifa El-Khansa
Ketika Harus Jatuh Cinta, Catatan Kecil untuk Para Aktivis Dakwah Sejati
(Part 1: Fenomena)
Dakwah bagaikan cahaya yang terpantul dari kedalaman senyawa dalam dada.
Cahayanya terpantul karena banyaknya kaca hati yang terserak, menyertai segenap duka yang terpupuk atas nama surga.
Semakin banyak kaca hati yang terserak mampu melunturkan waktu yang kian menipis di kisi-kisi senja. Berharap cepat kembali demi sebuah cinta.
Bagi seorang aktivis, dakwah merupakan sebuah jalan panjang menuju surga-Nya yang penuh onak dan duri. Tidak akan disebut berdakwah ketika seorang aktivis tidak menemui cobaan dalam berdakwah. Karena memang cobaan adalah bagian dari dakwah itu sendiri dan Allah akan selalu menguji kesungguhan hati orang-orang yang telah berani mengatakan bahwa mereka beriman.
Banyak aktivis yang telah berhasil melewati berbagai fase cobaan dalam rentang dakwahnya yang panjang. Aktivis ini telah membuktikan dirinya di hadapan kaum muslimin dan Rabb bahwa dengan keteguhan hati dan kesabarannya telah berhasil melakukan terobosan-terobosan dakwah yang penuh strategi dalam melawan kebatilan. Aktivis ini menjadi tumpuan dakwah di tempatnya berada karena dapat dipercaya dan amanah dalam melaksanakan berbagai agenda. Ia layak digelari mujahidullah peradaban karena mampu bertahan dengan cobaan dakwah yang menyangkut strategi dalam melawan kebatilan.
Tetapi seringkali aktivis itu tidak menyadari bahaya cobaan yang sedang menerpa hatinya. Hatinya yang rapuh sering tergelincir dengan cinta terhadap lawan jenis yang tumbuh dari kebersamaan mereka dalam dakwah yang panjang dan penuh cobaan. Ta'awun yang mereka lakukan seringkali menimbulkan benih-benih terpendam. Lalu diam-diam mereka pupuk di dalam hati hingga akhirnya bunga bermekaran di mana-mana. Sayangnya, bunga itu bukanlah bunga mawar yang indah... Bunga itu tumbuh bukan dari keimanan, melainkan dari pandangan mata dan nafsu yang pelan-pelan merusak hati lalu menggerogoti jiwa yang lemah. Jiwa itu kini menjadi rapuh, merusak seluruh niat yang tersampir di dada lalu akhirnya merobohkan sendi-sendi dakwah.
Walaupun begitu, sulit sekali untuk melepaskan ‘dia' yang telah bersemayam di dada, jauh melebihi Dia yang selama ini selalu bersama kita dengan penuh cinta. Bagaimana bisa melupakannya begitu saja? Ketika seorang aktivis dakwah telah terlalu lama menancapkan panah-panah pandangan mata ke arah ‘dia' yang tampak indah dengan segala gerik dakwahnya, sedangkan Dia-Rabb yang selalu ada untuk kita tak pernah sekalipun menampakkan wujud-Nya, tentu saja sosok'nya' jadi lebih bermakna. Kita takut tegas padanya karena sebelumnya telah terbayang wajahnya yang memelas. Kita jadi takut berbuat salah padanya karena telah terbayang wajahnya yang merah padam. Sekarang di dalam pikiran hanya ada wajahnya dimana-mana! Inilah bahaya kalau para aktivis mengurangi porsi ghadul bashar pada lawan jenis...
Lalu setelah berusaha ghadul bashar dan meluruskan niat lagi, datang cobaan dari lingkungan sesama aktivis dakwah. Yang anehnya lagi, lingkungan aktivis kadang malah mendukungnya. Mereka ucapkan kata-kata penggoda untuk membuatnya merasa bahwa sosok ‘itu' juga pantas disandingkan dengannya. Hati yang telah kokoh dibentengi keimanan kepada Allah itu akhirnya kandas juga dimakan api asmara yang datangnya dari sesama para aktivis dakwah. Terkadang lingkungan aktivis dakwah sekalipun juga dapat menjerumuskan ketika orang-orang yang ada di lingkungan itu sendiri kurang bisa menjaga hati dan pandangannya. Benar-benar cobaan yang dahsyat! Harapan dan kenyataan untuk menggapai surga-Nya telah terkotori oleh cobaan cinta dari lawan jenis yang tidak mampu dimaknai sesuai porsinya. Kini, yang tersisa hanyalah puing-puing dakwah yang terserak, roboh terkena badai cinta.
Ketika Harus Jatuh Cinta, Catatan Kecil untuk Para Aktivis Dakwah Sejati
(Part 2:Antara Kejujuran & Ketulusan)
Cinta... tiada satu pun di dunia ini yang menafikan karena cinta sendiri merupakan senyawa yang menjadi fitrah manusia sejak dia ada. Sekarang, permasalahan yang muncul adalah apakah kita bisa menumbuhkan benih cinta yang ada di dalam hati sesuai dengan porsinya? Apakah kita mampu mensinkronisasikan cinta dengan dakwah yang telah menjadi darah daging kita sendiri? Ataukah kita memisahkan cinta dengan dakwah lalu jatuh terluka karena telah mencabik-cabiknya dari nyawa? Kita letakkan harapan pada hamba, yang bahkan masih mengeja makna cinta. Sedangkan cinta hanya mau berharap pada Ilahi Rabbi-Tuhan yang telah menjadikannya ada.
Andaikan kita menjadi seorang aktivis yang telah jatuh cinta pada seorang pengemban dakwah lainnya, apakah kita adalah orang yang lantas tergelincir dari jalan dakwah ataukah kita mampu bertahan lalu menjaga cinta kita sebagai rahasia saja? Atau jangan-jangan kita biarkan cinta dan dakwah berjalan beriringan. Kita berjuang untuk Allah sekaligus untuk mendapatkan cinta dari aktivis dakwah lainnya juga. Padahal kita mengetahui hanya amal yang niat tulus karena Allah saja-lah yang diterima oleh Allah.
Wahai para pengemban risalah Allah, sadarlah... Hanya kejujuran dan ketulusan sajalah yang mampu mengalahkan semua niat yang telah ternoda di dalam dada. Ketika niat telah terkotori dan cinta telah berharap pada selain Allah, jujurlah pada Allah. Utarakan kepada Allah dengan sejujurnya keinginanmu yang sebenarnya. Jika ingin bersatu dengannya, mintalah... Pun ketika hati ini ingin diluruskan oleh Allah, dihilangkan bayang-bayang dirinya dari pikiran, maka mintalah... Jujurlah pada Allah... Kenapa kita harus menutupi hal yang tampak di hadapan-Nya?
Tulus dan jujurlah hanya kepada Allah-Rabb yang Maha Mengetahui segala isi hati. Karena hanya Allah saja yang mampu jujur dan tulus kepada kita. Bukan pendamping dakwah yang kita harapkan atau bahkan lingkungan yang mungkin juga sedang futur.
Lalu ketika Allah telah membalas kejujuran itu, maka saatnya untuk tulus kepada Allah. Tulus atas apapun keputusan Allah yang diberikannya kepada kita. Seandainya Allah mengabulkan doa-doa kita, anggaplah ini sebagai kado kecil dari-Nya karena kita telah jujur pada-Nya. Jika Allah mengizinkan kita bersatu dengan kekasih hati, maka tuluskan lagi niat kita hanya karena Allah. Maka insyaAllah perjalanan dakwah ini dengan kekasih hati akan lebih indah dan diridhoi oleh-Nya. Sedangkan bila Allah justru memisahkan kita dengan kekasih hati, maka kita juga harus berusaha tulus menerima segala keputusan Allah. Ini adalah keputusan terbaik dari Allah dan tiada yang bisa menandinginya. Yakinlah dengan keputusan Allah ini, maka insyaAllah penggantinya akan lebih baik dari apa yang selama ini kita bayangkan.
InsyaAllah dengan kejujuran dan ketulusan cinta ini maka aktivis dapat melangkah di jalan dakwah dengan keyakinan teguh dan kesabaran. Akivis menjadi insan yang istiqomah melangkah di jalan dakwah. Aktivis menjadi mujahid yang berhasil dari segi strategi dan segi kesucian cinta. Semoga kita semua menjadi aktivis yang mampu jujur dan tulus kepada Allah atas fitrah cinta yang telah menjadi senyawa dalam jiwa kita. Amin...
Senin, September 29, 2008
Surat Terbuka untuk Remaja Muslim Indonesia
No: 05/PN/08/08 Jakarta, 10 Agustus 2008
Wahai Sahabat, Kekasih Allah..
Kita sekarang hidup dalam “kampung kecil” dunia global. Batas-batas imajiner antar negara saat ini semakin tidak kita rasakan lagi. Apakah engkau merasakan bahwa “kampung kecil” kita saat ini begitu getol mengajak kita melupakan bahwa kita ini adalah hamba Allah?
Karena ajakan yang getol itu banyak sahabat-sahabat kita tidak lagi merasa berdosa ketika melakukan perbuatan yang dilarang Allah kekasih kita. Pernahkan kalian tahu bahwa Penelitian Objectively Verifiable Indicators (OVI) SeBAYA Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jatim 2004 menunjukkan hasil bahwa para responden usia 15-24 tahun yang sudah melakukan hubungan seksual dengan satu orang atau lebih, yakni sebanyak 49 orang dari 360 responden? Sejak Januari-Nopember 2004, tercatat 227 remaja yang melakukan konsultasi, 90 diantaranya telah melakukan seks bebas dan delapan orang positif hamil? Sedihkah engkau ketika tahu bahwa mereka melakukan itu tanpa merasa bersalah kepada kekasih kita Allah?
Harusnya kita selalu sadar bahwa Allah yang telah menciptakan kita, yang telah memberikan kehidupan kepada kita. Kita mampu bergerak karena Allah yang memberi kita jiwa. Kita mampu berpikir, bernafas,melihat,mendengar,dan meraba karena Allah memberikan kita kemampuan itu. Maka sudah sepantasnyalah kita hidup untuk melakukan yang terbaik menurut pencipta kita, pemberi kehidupan kita. Kita rasanya tidak punya keberanian untuk menentangnya, karena jiwa kita ada dalam genggamanNya.
Wahai Sahabat, Kekasih Allah..
”Kampung kecil” kita saat ini mengarahkan kita jadi pekerja-pekerja murah untuk mengolah kekayaan alam kita yang berlimpah ruah demi memperkaya para penjajah. Tahukah engkau emas kita dikuasai pengusaha Freeport. Sembilan puluh persen kekayaan minyak dan gas kita dikuasai oleh penjajah yang lain? Lihatlah di sekitar kita. Fenomena keterpurukan. Fenomena kesedihan. Semakin banyak mereka yang putus sekolah. Semakin banyak mereka yang harus berjuang di jalan menjadi pengamen, pemulung. Kenapa bisa terjadi kalau negara ini sebenarnya kaya? Apakah kita akan membiarkan kondisi ini terus berlanjut?
Wahai Sahabat, Kekasih Allah
Engkaulah remaja, pemuda harapan umat. Engkaulah bagian dari umat terbaik yang Allah turunkan ke tengah manusia. Di tanganmu perubahan itu bisa diwujudkan. Ditanganmu kemaslahatan manusia dipertaruhkan. Kembalikan kekayaan yang telah Allah anugerahkan ke tangan umat, untuk kesejahteraan umat. Rebut kembali kekayaan itu dari tangan penjajah!
Wahai Sahabat, Kekasih Allah
Umat telah memanggilmu! Umat telah memanggilmu! Umat menaruh harapan besar di pundakmu. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan kepada dirimu untuk terus berbuat, untuk terus bergerak untuk menjadi pemuda tangguh. Pemuda berkepribadian Islam. Bersama-sama dengan pemuda muslim lain, menyusun barisan rapi, menghadirkan solusi Islam, menegakkan kembali peradaban Islam. Menghilangkan pengaruh peradaban kapitalisme yang rendah di dunia, sehingga hidup manusia akan menuju kembali ke kehidupan yang cemerlang.
JURUBICARA MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Febrianti Abassuni
HP. 08129049930
Rabu, September 24, 2008
Komentar Terhadap Debat Prokontra Pornografi
perlu kita perjelas disini, bahwa mereka yang mengenakan pakaian yang seperti itu adalah masyarakat pedalaman yang kurang begitu mengenal dunia modern. sehinggga mereka terkucilkan dari pergaulan dunia luar, pengetahuan akan perkembangan budaya masih minim sehingga mereka terpaksa mengenakan pakian khas mereka. sudah menjadi keharusan bagi kita selaku orang yang mungkin sudah tahu tentang perkembangan budaya, sepantasnyalah mengajak mereka kepada dunia yang lebih sopan dan berperadaban.
kaum liberalis juga berpendapat jika RUU ini disahkan jadi UU akan megekang kreatifitas seni .
dalam hal ini, perlu juga kita perjelas tentang apa itu seni. seni terkait dengan keindahan. baik itu karya seni mutlak atau seni relatif. bagi mereka kaum liberal, karya seni itu bisa sesuatu yang mengundang naluri sexual manusia. karena dalam pandangan kaum liberal yang berasaskan nilai manfaat, sesuatu dianggap berharga apabila hal tersebut memiliki nilai manfaat(jual). faktanya masyarakat sekarang ini yang memang menganut sebagian pandangan sekulerisme, masih menyukai hal-hal berbau syahwat.
keadaan ini di ciptakan oleh mereka sendiri, agar produk haram mereka laku di masyarakat. pandangan seperti ini yaitu pandangan sekulerisme sangat merusak. merusak nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat dan agama. sesuatu dinggap baik jika hal itu bisa dimanfaatkan.contohnya ya pornografi itu,karena banyak kalangan masyarakat yang mengkonsumsinya dari mulai anak-anak polos hingga orang tua bangka maka pornografi yang merupakan sumber kebejatan moral tetap di bela -bela.
sudah selayaknyalah kita semua kemabali kepada ajaran suci Islam yang memanusiakan manusia.dan penggunaan sistem sekulersime terbukti telah menyengsarakan kita semua.Wallahu alam bissowab
Andrianto
Aktivis LDK STIK BP Banjar
Kamis, September 11, 2008
Ilmu dan Kebahagiaan
Ditulis Oleh Adian Husaini
Dalam bukunya, Tasauf Modern, Prof. Hamka pernah menyalin sebuah artikel karya Al-Anisah Mai berjudul ”Kun Sa’idan”. Artikel itu diindonesiakan dengan judul: ”Senangkanlah hatimu!”
Dalam kondisi apa pun, pesan artikel tersebut, maka ”senangkanlah hatimu!” Jangan pernah bersedih. Dalam kondisi apa pun.
”Kalau engkau kaya, senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit....”
”Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang selalu menimpa orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepada engkau lagi, lantaran kemiskinanmu...”
”Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu!
Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacatmu...”
”Kalau tanah airmu dijajah atau dirimu diperbudak, senangkanlah hatimu! Sebab penjajahan dan perbudakan membuka jalan bagi bangsa yang terjajah atau diri yang diperbudak kepada perjuangan melepaskan diri dari belenggu.”
Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah, yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Tapi, apakah yang dimaksud bahagia? Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka, bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Maka, setelah dia dapat, dia menjadi pecinta harta. Toh, setelah harta melimpah ruah, kebahagiaan itu pun tak kunjung menyinggahinya. Harta yang disangkanya membawa bahagia, justru membuatnya resah. Hidupnya penuh porblema. Masalah demi masalah membelitnya. Tak jarang, harta justru membawa bencana. Kadang, harta yang ditumpuk-tumpuk, menjadi ajang konflik antar saudara.
Sebagian orang mengejar kebahagiaan pada diri wanita cantik. Dia menyangka setelah mengawini seorang wanita cantik, maka dia akan bahagia. Tapi, tak lama kemudian, bahtera rumah tangganya kandas. Di depan sorot kamera, tampak mempelai begitu bahagia, bersanding wanita cantik. Namun, kecantikan sering menjadi fitnah dan kemudian membawa bencana. Pujian yang bertabur dari umat manusia tak membuatnya bahagia.
Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sebab, kekuasaan memang sebuah kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat banyak. Tapi, betapa banyak manusia yang justru hidup merana dalam kegemilangan kekuasaan. Dia sama sekali tidak merasakan kebahagiaan, setelah kuasa di tangan. Sebelum memegang kuasa, senyuman sering menghiasai bibirnya. Namun, setelah kuasa di dalam genggaman, kesulitan dan keresahan justru menerpanya, tanpa henti.
Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan!
Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan!
Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan!
Orang biasa menyangka bahagia terletak pada kepopuleran!
Dan sangkaan-sangkaan lain...
Tapi, sesungguhnya, kebahagiaan bukanlah terletak pada itu semua. Semua kenikmatan duniawi bisa menjadi tangga yang mengantar kepada kebahagiaan. Semuanya adalah sarana. Bukan bahagia itu sendiri. Lihatlah, betapa banyak pejabat yang hidupnya dibelit dengan penderitaan. Lihat pula, betapa banyak artis terkenal yang hidupnya jauh dari kebahagiaan dan berujung kepada narkoba dan obat penenang!
Jika demikian, apakah yang disebut”bahagia” (sa’adah/happiness).
Selama ribuan tahun, para ahli pikir, telah sibuk membincang tentang kebahagiaan. Kamus The Oxford English Dictionary (1963) mendefinisikan ”happiness” sebagai: ”Good fortune or luck in life or in particular affair; success, prosperity.” Jadi, dalam pandangan ini, kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersifat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka, menurut pandangan ini, tidak ada kebahagiaan yang abadi, yang tetap dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia.
Prof. Naquib al-Attas menggambarkan kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: “Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.” Tokoh panutan mereka adalah Sisyphus, yang selalu berusaha mendorong batu ke atas bukit. Tapi, ketika batu sudah sampai di atas bukit, digelindingkannya kembali batu itu ke bawah. Kemudian, dia dorong lagi, batu itu ke atas. Begitu seterusnya. Tiada pernah berhenti.
Itulah perumpamaan tentang kondisi batin masyarakat Barat yang menganut paham relativisme dan tidak mengenal kebenaran pada satu titik tertentu. Ketika sampai pada satu tahap tertentu, dia kembali menghancurkan dan mencari lagi. Mereka selalu dalam pencarian. Tidak akan pernah puas. Laksana meminum air laut. Jika sudah mendapatkan satu gunung emas, mereka akan mencari lagi gunung emas yang kedua.
Berbeda dengan pandangan tersebut, Prof. Naquib Al-Attas mendefinisikan kebahagiaan (sa’adah/happiness) sebagai berikut:
”Kesejahteraan” dan ”kebahagiaan” itu bukan dianya merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan akal-fikri insan yang hanya dapat dinikmati dalam alam fikiran dan nazar-akali belaka. Kesejahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan Hakikat Terakhir yang Mutlak yang dicari-cari itu – yakni: keadaan diri yang yakin akan Hak Ta’ala – dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri itu berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.” (SMN al-Attas, Ma’na Kebahagiaan dan Pengalamannya dalam Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC:2002), pengantar Prof. Zainy Uthman, hal. xxxv).
Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati, yang dipenuhi dengan keyakinan (iman), dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya, meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampong halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.
Imam al-Ghazali, seperti dikutip Hamka dalam Tasaud Modern, mengungkapkan: ”Bahagia dan kelezatan yang sejati, ialah bilamana dapat mengingat Allah.” Hutai’ah, seorang ahli syair, menggubah sebuah syair:
ولست آرى السعادة جمع مال * ولكن التقى لهي السعيد
(Menurut pendapatku, bukanlah kebahagiaan itu pada pengumpul harta benda;
Tetapi, taqwa akan Allah itulah bahagia).
Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ”ma’rifatullah”, telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan:
”Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu ialah bila kita rasai nikmat kesenangan dan kelezatannya, dan kelezatan itu ialah menurut tabiat kejadian masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dari tubuh manusia. Ada pun kelezatan hati ialah teguh ma’rifat kepada Allah, karena hati itu dijadikan ialah buat mengingat Tuhan.... Seorang hamba rakyat akan sangat gembira kalau dia dapat berkenalan dengan wazir; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan pula dengan raja. Tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan, lebih dari apa yang dapat dikira-kirakan oleh manusia, sebab tidak ada yang maujud ini yang lebih dari kemuliaan Allah... Oleh sebab itu tidak ada ma’rifat yang lebih lezat daripada ma’rifatullah.”
Ma’rifatullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan, bahwa ”Tiada Tuhan selain Allah” (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ”ayat-ayat-Nya”, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri. Alam semesta ini adalah ”ayat”, tanda-tanda, untuk mengenal Sang Khaliq. Maka, celakalah orang yang tidak mau berpikir tentang alam semesta.
Disamping ayat-ayat kauniyah, Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa ”Tiada tuhan selain Allah”, dan bersaksi bahwa ”Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam.” Risalah kenabian Muhammad saw telah menyempurnakan risalah para nabi sebelumnya.
Inilah yang disebut sebagai ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam, harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati, yang terkait antara dunia dan akhirat. Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (ta’dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang bayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri, dan sebagainya. Tetapi, apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal dan bahagia beribadah kepada Sang Pencipta.
Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya bahagia dalam keimanan dan keyakinan; yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh setiap keadaan. Dalam kondisi apa pun, hidupnya bahagia, karena dia sudah mengenal Allah, ridha dengan keputusan Allah, dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.
Dalam kondisi apa pun, dalam posisi apa pun, manusia semacam ini akan hidup dalam kebahagiaan. Fa laa khaufun ’alaihim wa laa hum yahzanuun. Hidupnya hanya mengacu kepada Allah, dan tidak terlalu peduli dengan reaksi manusia terhadapnya. Alangkah indah dan bahagianya hidup semacam itu; bahagia dunia dan akhirat.
Karena itu, kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Iqbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Karena itu, kata penyair besar Pakistan ini, hilangnya keyakinan dalam diri seseorang, lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacam itu; hidup dalam keyakinan; mulai dengan mengenal Allah dan ridha menerima keputusan-keputusan-Nya, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita ingin, bahwa kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar.
Mudah-mudahan, Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin. [Depok, 6 Rabi’ulawwal 1429 H/14 Maret 2008/www.hidayatullah.com]
Catatan Akhir pekan adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com
Minggu, September 07, 2008
Mutiara Ummat Islam
Thursday, 04 September 2008 10:47
Syabab.Com - Kasus Dr. Aafia Siddiqui benar-benar membuat hati serasa terkoyak, perut terlilit, dan kemarahan terbangkit bagi siapapun yang masih memiliki harga diri. Pengalaman buruk yang dialami ibu dari tiga orang anak kembali menjadi catatan tragedi “Perang melawan Teror” (“War on Terror”), atau “Perang terhadap Islam”. Kasus ini harus membuat siapapun atau pemerintah manapun yang menganggap diri mereka sebagai pejuang hak asasi manusia di dunia untuk menjadi malu.
Dr. Aafia Siddiqui adalah ilmuwan biologi jaringan saraf dan dididik sebagai ahli genetik. Setelah belajar 10 tahun di Amerika Serikat (AS) dan menyabet gelar Doktor di bidang Neurosains Kognitif, Dr. Siddiqui yang berwarganegara Pakistan lalu pulang ke negeri asalnya. Lima tahun lalu pada bulan Maret 2003 ia menghilang bersama 3 anaknya yang berumur 7 tahun, 5 tahun, dan 6 bulan ketika ia berkunjung ke rumah ibunya di Karachi. Banyak yang menduga bahwa ia telah dijemput dalam perjalanannya menuju ke airport oleh dinas rahasia Pakistan, yang lalu menyerahkannya ke FBI atas instruksi pemerintahan Musharraf yang menerima imbalan uang atas dukungannya terhadap AS. Penahanan Dr. Siddiqui dikonfirmasi oleh juru bicara kementerian dalam negeri Paksistan dan dua orang pejabat AS yang tidak disebut namanya dalam media massa Pakistan berbahasa Urdu. Anehnya, hanya berselang beberapa hari saja, rezim Pakistan dan AS menarik pernyataan mereka dan menyangkal memiliki pengetahuan perihal penahanan dan letak penahanan Dr. Siddiqui.
Selama 5 tahun, keberadaan Dr. Siddiqui dan tiga anaknya tidak diketahui hingga perwira kepoliisian Afghanistan di propinsi Ghazni menyatakan di bulan Juli 2008 bahwa Dr Siddiqui ditangkap dengan tuduhan terorisme. Ia sekang disekap di penjara di Brooklyn, New York– Dr Siddiqui yang memiliki dual kewarganegaraan AS dan Pakistan kini menghadapi pengadilan AS dengan tuduhan usaha pembunuhan terhadap personil angkatan bersenjata AS di Afghanistan. Keberadaan tiga anaknya hingga kini belum diketahui.
Pengacaranya dan berbagai organisasi HAM (hak asasi manusia) meyakini bahwa setelah menghilang, Dr. Siddiqui disekap di pangkalan militer AS Bagram di Afghanistan. Organisasi tersebut dan keluarganya mengklaim bahwa selama itu dia telah disiksa hingga kehilangan pikiran. Mereka percaya bahwa dia adalah ‘Tahanan 650′ di Bagram, sebagaimana diceritakan oleh tahanan lainnya yang berhasil melarikan diri dari atau dilepaskan dari penjara, sebagai wanita yang disekap dalam tahanan secara sendirian, jeritan dan teriakannya kerap menghantui tahanan lainnya. Anggota parlemen Lord Nazir Ahmed yang mengangkat isu tentang kondisi Tahanan 650 di House of Lord, saat identitas tahanan 650 itu belum diketahui, berkata bahwa dia telah disiksa dan kerap diperkosa oleh sipir penjara. Lord Nazir juga mengatakan bahwa Tahanan 650 tidak diberikan toilet yang terpisah bahkan tahanan yang lain pun bisa melihat tubuhnya ketika mandi.
Penistaan terhadap saudara perempuan kita ini tidak berhenti di Bagram. Kini ia ditahan di Pusat Penahanan Metropolitan Brooklyn, dan dipaksa untuk diperiksa dengan melepaskan seluruh pakaiannya setiap kali ia hendak bertemu dengan pengacaranya, diplomat Pakistan, dan anggota keluarganya. Ini semua dilakukan bahkan ketika kantor penjara sudah melarang adanya kontak fisik antara dia dengan siapapun. Saudara perempuan kita ini menolak penistaan semacam ini dan akibatnya harus melepaskan haknya untuk bertemu dengan pengacaranya dalam banyak kesempatan.
Kini Aafia Siddiqui menghadapi prosesi “Pengadilan Kanguru” dan “Pengadilan Politik” di AS, suatu prosesi untuk menghindarkan malu bagi AS, bukan tentang terorisme. Pengacaranya, Elaine Whitfield Sharp berkomentar bahwa kliennya ditahan karena alasan politik dan semua tuduhan padanya ‘terbukti salah dan tidak bermakna’. Sangatlah aneh bahwa seorang perempuan yang digambarkan FBI selama 5 tahun sebagai wanita yang paling dicari dalam Perang melawan Teror dan diduga ditahan oleh pemerintah Afghan dengan tuduhan membawa instruksi membuat bom dalam tasnya dan menyimpan bahan kimia berbahaya dalam botol, kini akan menghadapi pengadilan dengan tuduhan kriminal biasa (percobaan pembunuhan dan penyerangan), yang tidak berhubungan dengan terorisme.
Tuduhan kriminal tersebut berasal dari cerita pemerintah AS bahwa selama diinterogasi di Afganistan, Dr. Siddiqui merebut senapan interogatornya dan menembaki perwira AS. Ia lalu ditembak di dada dan dilumpuhkan, namun sempat menendang tentara AS yang berusaha untuk menahannya. Kalau terbukti, Dr. Siddiqui akan menghadapi 20 tahun penjara untuk setiap tuduhan. Namun ada banyak ketidacocokan terhadap cerita ini dan polisi Afganistan yang hadir dalam peristiwa interogasi tersebut memberi versi lain. Beberapa diantaranya mengatakan kepada Reuters bahwa tentara AS memaksa supaya Dr. Siddiqui ditransfer ke AS dan ketika polisi Afghan menolak, mereka dilucuti senjatanya. Mereka juga mengklaim bahwa tentara AS-lah yang menembak Dr. Siddiqui dengan alasan bahwa ia adalah pembom bunuh diri.
Ini menimbulkan banyak pertanyaan, bagaimana mungkin seorang perempuan yang memiliki berat badan sekitar 45 kg, ditembak di dada dan digambarkan sebagai lemah dan renta hingga harus dituntun untuk masuk ke ruang pengadilan di AS mampu meronta dan menyerang sekelompok perwira AS yang menahannya. Pengacara Dr. Siddiqui, Elizabeth Fink menyatakan bahwa anggapan terhadap ‘perempuan 45 kg’ yang diduga mampu menimbulkan kekerasan sebagaimana dituduhkan oleh pemerintah AS sangatlah ‘absurd’. IA Rehman, direktur Hak Asasi Manusia Pakistan, organisasi independen berkata bahwa cerita pemerintah AS adalah “kebohongan terbesar di abad 21.”
Tanggapan pemerintah dunia Barat dan penguasa Muslim, terutama pemerintah Pakistan terhadap peristiwa yang menimpa Dr. Siddiqui yang sangat memilukan ini sungguh memalukan. Banyak sekali pertanyaan yang tidak bisa terjawab– Siapa sebenarnya yang bertanggungjawab terhadap penculikannya? Kenapa dia ditahan dalam waktu yang sangat lama di Bagram tanpa tuduhan dan tanpa pengacara? Kenapa dia diekstradiksi ke AS tanpa prosedur? Dimana 3 anak-anaknya? Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang pemerintah Barat, AS, dan Pakistan terkesan tidak peduli untuk mencari tahu jawabannya.
Ketidakpedulian dan penggunaan standar ganda oleh Barat, yang mengklaim sebagai penyeru hak asasi manusia diseluruh dunia, ternyata menutup mata terhadap perlakuan keji dan pelanggaran secara serius terhadap hak Dr. Siddiqui sebagai individu. Maka nampaklah bahwa slogan-slogan dunia Barat tentang hak asasi manusia (HAM), supremasi hukum, transparansi keadilan, prosedur hukum hanyalah sekedar alat yang digunakan pemerintah Barat — yang sewaktu-waktu bisa dicampakkan begitu saja– demi kepentingan politik dan penaikan pamor di dunia internasional. Berani-beraninya pemerintah barat berlagak suci, padahal pada saat yang sama bau busuk mulai menyebar dari wilayah mereka sendiri? Maka sangat kurang ajar pemerintah semacam itu yang dengan seenaknya merendahkan perlakuan Islam terhadap wanita, padahal kasus Dr. Siddiqui justru menunjukkan tradisi abad pertengahan dalam sejarah mereka saat memburu dan menyiksa wanita penyihir masih melekat dalam diri mereka dan nampak di dalam perilaku mereka sendiri? Lalu siapa sebenarnya yang masih sangat kuno dalam perilakunya?
Keterlibatan pemerintah Pakistan dan ketidakpeduliannya terhadap perlakuan keji yang menimpa saudara perempuan seiman ini adalah suatu tindakan kriminal. Sangatlah memalukan bahwa pemerintah Pakistan telah menyerahkan kedaulatan dan warga negaranya sendiri ke Amerika. Sangatlah memalukan bahwa mereka telah menukar kehormatan saudara kita demi seonggok kertas dolar. Sungguh memalukan bahwa mereka telah menjual putri umat ini kepada mereka yang telah menebar kebencian terhadap Islam.
Pengkhianatan para penguasa muslim pun tidak mengenal batas. Mereka telah mengenyampingkan kebutuhan dan perlindungan hak-hak umat dengan berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Bagaimana pemerintah rezim Musharaf bisa menerima fakta bahwa warganegaranya sendiri dilarikan ke Amerika dan menghadapi persidangan di sana tanpa mempertanyakan keabsahannya sama sekali? Pemerintah semacam ini hanya peduli bagaimana mempertahankan kedudukan mereka saja.
Mereka sudah kebal terhadap penderitaan, air mata dan jerit kesakitan umatnya, dan lebih menyibukkan diri mereka dalam urusan kekuasaan dan keuntungan pribadi. Pemerintahan macam apa yang membiarkan anak-anak perempuannya untuk disiksa hingga kehilangan nalar? Pemerintah macam apa yang membiarkan tiga anak kecil untuk kehilangan ibunya –satu diantaranya baru berumur 1 bulan yang hanya tahu kehangatan dari pelukan ibunya? Sungguh, kisah pengkhianatan dan sifat pengecut para penguasa muslim tidak akan pernah terlupakan.
Kasus Aafia Siddiqui menunjukkan urgensi yang semakin genting untuk mengembalikan kembali institusi negara Khilafah. Para wanita umat telah merindukan kepemimpinan Islam yang akan melindungi kehormatannya, mengembalikan hak-haknya, menghilangkan perasaan takut dan menegakkan keamanan di tanah tumpah darah mereka sendiri. Mereka menginginkan negara yang akan menghapus kesengsaraan, penderitaan, dan air mata dari penghinaan, menuju ke era baru yang penuh dengan harapan, kekuatan, dan keadilan bagi umat ini. Benar-benar, apabila terjadi, akan membuka era baru yang menghantarkan dunia kepada makna sejati kehidupan manusia, perlindungan terhadap martabat dan hak-haknya.
Anak-anak perempuan Umat ini sedang menunggu untuk memba’iat seorang Khalifah yang benar-benar akan memenuhi kebutuhan mereka dan melindungi yang lemah diantara mereka– seorang Khalifah yang akan mengirim anak-anak muda pemberani dari Umat ini untuk membebaskan wanita muslim dari penjara penindasan– pemimpin anak muda seperti Muhammed ibn Qasim yang di abad ke-8 diutus Khalifah dengan memimpin 6 ribu pasukan kavaleri untuk membebaskan wanita muslim yang dipenjara oleh Raja Delhi India. Dalam perjalanannya, ia dan pasukannya harus menghadapi musuh yang jumlahnya berlipat dari mereka namun ia masih mampu untuk menundukkannya.
Maka, wahai para hamba Allah, mari tiap-tiap kita bekerja secara sungguh-sungguh, sebarkan seruan kita, dan berikan segala daya upaya untuk mengembalikan keberadaan negara Khilafah yang akan menghilangkan penderitaan saudara-saudara perempuan kita menuju harapan, menghilangkan kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Allah Swt. berfirman:
“Allah menjanjikan orang-orang yang beriman dan beramal soleh dari kalangan kamu (wahai umat Muhammad) bahwa Dia akan menjadikan mereka khalifah-khalifah yang memegang kuasa pemerintahan di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka: Khalifah-khalifah yang berkuasa dan Dia akan menguatkan dan mengembangkan agama mereka (agama Islam) yang telah diredhaiNya untuk mereka; dan Dia juga akan menggantikan bagi mereka keamanan setelah mereka mengalami ketakutan (dari ancaman musuh). Mereka terus beribadat kepadaKu dengan tidak mempersekutukan sesuatu yang lain denganKu dan (ingatlah) sesiapa yang kufur ingkar sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang durhaka.” [TQS An-Nuur (24): 55]
Dr. Nazreen Nawaz
Perwakilan Media Perempuan – Hizb ut-Tahrir Inggris
Minggu, Agustus 31, 2008
ABLASIO RETINA
ABLASIO RETINA
Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya.
Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.
Jika kedua lapisan tersebut terpisah, maka retina tidak dapat berfungsi dan jika tidak kembali disatukan bisa terjadi kerusakan permanen.
Ablasio bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati, seluruh retina bisa terlepas.
Pada salah satu bentuk ablasio, retina betul-betul mengalami robekan. Bentuk ablasio ini biasanya terjadi pada penderita miopia atau penderita yang telah menjalani operasi katark atau penderita cedera mata.
Pada ablasio lainnya, retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan di bawahnya.
Pemisahan ini terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik retina atau jika cairan yang terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya mendorong retina.
PENYEBAB
Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa.
Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:
* Trauma
* Proses penuaan
* Diabetes berat
* Penyakit peradangan,
* tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan.
Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas.
Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh humor vitreus.
Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat lapang pandang.
Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah:
* Rabun dekat
* Riwayat keluarga dengan ablasio retina
* Diabetes yang tidak terkontrol
* Trauma.
GEJALA
Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio.
Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi kabur.
PENGOBATAN MEDIS
Pembedahan laser bisa digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio.
Dengan kriopeksi (pemberian dingin dengan jarum es) akan terbentuk jaringan parut yang melekatkan retina pada jaringan di bawahnya.
Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina.
Penempelan kembali retina melalui pembedahan terdiri dari pembuatan lekukan pada sklera (bagian putih mata) untuk mengurangi tekanan pada retina sehingga retina kembali menempel.
PENCEGAHAN
Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata.
Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama.
Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.
TERAPI HERBA
Teteskan THM 3 tetes sehari. THM yang rasanya dingin dapat membantu melekatkan retina.
KOnsumsi spirulina HPA 2x2. Spirulina ini mengandung beta karoten yang terbaik untuk mata
Konsumsi omega 3 sofgel HPA 2x2.
konsumsi teh herba 1 ktg sehari (3 x minum)
Tags: ablasio retina
4 comments share
ATH THIBBUN NABAWY : Alamiah, Imiah, Ilahiyah
Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab
Kategori: Fiqh dan Muamalah
Cara Menentukan Awal Ramadhan
Berdasarkan petunjuk dari suri tauladan kita -Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-, awal Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal secara langsung atau dengan kesaksian satu orang yang balig, berakal, muslim, dapat dipercaya dan mampu menjaga amanah yang melihat secara langsung. Apabila hilal ini tidak terlihat atau tidak ada kesaksian dari satu orang karena mendung atau tertutupi awan, maka bulan Sya’ban disempurnakan (digenapkan) menjadi 30 hari.
Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً ، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ
“Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, -pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari)
Menentukan Awal Ramadhan dengan Hisab
Para pembaca sekalian, perlu diketahui bersama bahwasanya mengenal hilal adalah bukan dengan cara hisab (menghitung posisi bulan yang merupakan bagian dari ilmu nujum) sebagaimana yang dilakukan oleh berbagai organisasi Islam saat ini. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melihat/mengenal hilal adalah dengan ru’yah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda,
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا
“Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa yang dimaksud hisab di sini adalah hisab dalam ilmu nujum (perbintangan).
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengenal ilmu hisab sama sekali. Dan perlu diketahui pula bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah ada ilmu hisab, namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakannya. Ingatlah, petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –lah yang benar dan merupakan sebaik-baik petunjuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya. Perkataan beliau adalah wahyu Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tiadalah yang Nabi ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu Allah yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4)
Perhatikan pula bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengaitkan hukum masuknya bulan ramadhan dengan hisab sama sekali sebagaimana beliau jelaskan dalam hadits di atas (yaitu ‘Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari‘). Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan kita untuk bertanya pada ahli hisab (pakar ilmu nujum). Beliau memerintahkan kita -apabila tidak terlihat hilal- untuk menggenapkan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Demikianlah bulan hijriyah, jumlah hari di dalamnya tidak mungkin lebih dari 30 hari dan tidak mungkin kurang dari 29 hari. Sehingga para ulama mengatakan bahwa yang lebih tepat dalam melihat hilal adalah dengan ru’yah dan bukan dengan hisab.
Para pembaca dapat melihat perkataan Al Baaji yang dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berikut ini. Beliau mengatakan, “(Menetapkan ramadhan dengan ru’yah) adalah kesepakatan para salaf (para sahabat) dan kesepakatan ini adalah hujjah/bantahan kepada mereka (yang menggunakan hisab).” Lihat pula perkataan Ibnu Bazizah dalam kitab yang sama, “Mazhab ini (yang menetapkan awal Ramadhan dengan hisab) adalah Mazhab batil dan syariat ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, -pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.”
Apabila pada Malam Ketigapuluh Sya’ban Tidak Terlihat Hilal
Apabila pada malam ketigapuluh Sya’ban belum juga terlihat hilal karena terhalangi oleh awan atau mendung maka bulan Sya’ban harus disempurnakan menjadi 30 hari. Dan pada hari tersebut tidak diperbolehkan berpuasa berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)
Hadits ini menunjukkan bahwa mendahulukan puasa pada satu hari sebelum Ramadhan dalam rangka kehati-hatian yaitu takut kalau pada hari yang meragukan ini ternyata sudah masuk Ramadhan adalah haram. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi ancaman bagi orang-orang yang berlebih-lebihan seperti ini dalam sabda beliau,
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ
“Binasalah orang yang berlebih-lebihan.” (HR. Muslim)
Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
Namun jika pada hari yang meragukan ini pemerintah memerintahkan untuk berpuasa, maka kaum muslimin diharuskan untuk berpuasa mengikuti pemerintah mereka sebagaimana penjelasan berikut ini.
Ikutilah Pemerintah dalam Memulai Puasa Ramadhan atau Berhari Raya
Jika melihat mudahnya dan dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin, maka cara terbaik dalam menentukan awal Ramadhan adalah dengan mengikuti keputusan pemerintah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تَضَحُّوْنَ
“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini hasan ghorib). Lalu Imam Tirmidzi mengatakan, “Sebagian para ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, ‘Maksud hadits ini adalah puasa dan hari raya hendaknya dilakukan bersama jama’ah (yaitu pemerintah kaum muslimin) dan mayoritas manusia (masyarakat)’“. (Lihat Tamamul Minnah, I/399, Al Maktabah Al Islamiyyah)
Semoga kita mendapatkan petunjuk untuk bersegera melakukan ketaatan kepada Allah yang telah memberikan berbagai limpahan nikmat kepada kita. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Agama
oleh: Hamid Fahmi Zarkasy *
Di pinggir jalan kota Manchester Inggeris terdapat papan iklan besar bertuliskan kata-kata singkat "It's like Religion". Iklan itu tidak ada hubungannya dengan agama atau kepercayaan apapun. Disitu terpampang gambar seorang pemain bola dengan latar belakang ribuan supporternya yang fanatik. Saya baru tahu kalau itu iklan klub sepakbola setelah membaca tulisan dibawahnya Manchester United.
Sepakbola dengan supporter fanatik itu biasa, tapi tulisan it's like religion itu cukup mengusik pikiran saya. Kalau iklan itu di pasang di Jalan Thamrin Jakarta ummat beragama pasti akan geger. Ini pelecehan terhadap agama. Tapi di Barat agama bisa difahami seperti itu. Agama adalah fanatisme, kata para sosiolog. Bahkan ketika seorang selebritinya mengatakan My religion is song, sex, sand and champagne juga masih dianggap waras. Mungkin ini yang disinyalir al-Qur'an ara'ayta man ittakhadha ilahahu hawahu (QS.25:43).
Pada dataran diskursus akademik, makna religion di Barat memang problematik. Bertahun-tahun mereka mencoba mendefinisikan religion tapi gagal. Mereka tetap tidak mampu menjangkau hal-hal yang khusus. Jikapun mampu, mereka terpaksa menafikan agama lain. Ketika agama didefinisikan sebagai kepercayaan, atau kepercayaan kepada yang Maha Kuasa (Supreme Being), kepercayaan primitif di Asia menjadi bukan agama. Sebab agama primitif tidak punya kepercayaan formal, apalagi doktrin.
F. Schleiermacher kemudian mendefinisikan agama dengan tidak terlalu doktriner, agama adalah "rasa ketergantungan yang absolut" (feeling of absolute dependence). Demikian pula Whithehead, agama adalah "apa yang kita lakukan dalam kesendirian". Disini faktor-faktor terpentingnya adalah emosi, pengalaman, intuisi dan etika. Tapi definisi ini hanya sesuai untuk agama primitif yang punya tradisi penuh dengan ritus-ritus, dan tidak cocok untuk agama yang punya struktur keimanan, ide-ide dan doktrin-dokrin.
Tapi bagi sosilog dan antropolog memang begitu. Bagi mereka religion sama sekali bukan seperangkat ide-ide, nilai atau pengalaman yang terpisah dari matriks kultural. Bahkan, kata mereka, beberapa kepercayaan, adat istiadat atau ritus-ritus keagamaan tidak bisa difahami kecuali dengan matriks kultural tersebut. Emile Durkheim malah yakin bahwa masyarakat itu sendiri sudah cukup sebagai faktor penting bagi lahirnya rasa berketuhanan dalam jiwa. (Lihat The Elementary Forms of the Religious Life, New York, 1926, 207). Tapi bagi pakar psikologi agama justru harus diartikan dari faktor kekuatan kejiwaan manusia ketimbang faktor sosial dan intelektual. Para sosiolog Barat nampaknya trauma dengan makna agama yang doktriner, sehingga tidak peduli dengan aspek ekstra-sosial, ekstra-sosiologis ataupun ekstra-psikologis. Aspek immanensi lebih dipentingkan daripada aspek transendensi.
Sejatinya, akar kebingungan Barat mendefinisikan religion karena konsep Tuhan yang bermasalah. Agama Barat - Kristen - kata Amstrong dalam History of God justru banyak bicara Yesus Kristus ketimbang Tuhan. Padahal, Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya suci, apalagi Tuhan. Dalam hal ini kesimpulan Professor al-Attas sangat jitu 'Islam, sebagai agama, telah sempurna sejak diturunkan'. Konsep Tuhan, agama, ibadah, Manusia dan lain-lain dalam Islam telah jelas sejak awal. Para ulama kemudian hanya menjelaskan konsep-konsep itu tanpa merubah konsep asalnya. Sedang di Barat konsep Tuhan mereka sejak awal bermasalah sehingga perlu direkayasa agar bisa diterima akal manusia.
Kita mungkin akan tersenyum membaca judul buku yang baru terbit di Barat, Tomorrow's God, (Tuhan Masa Depan), karya Neale Donald Walsch. Tuhan agama-agama yang ada tidak lagi cocok untuk masa kini. Tuhan haruslah seperti apa yang digambarkan oleh akal modern. Manusia makhluk berakal (rational animal) harus lebih dominan daripada manusia makhluk Tuhan. Pada puncaknya nanti manusialah yang menciptakan Tuhan dengan akalnya.
Socrates pun pernah berkata:"Wahai warga Athena! aku percaya pada Tuhan, tapi tidak akan berhenti berfilsafat". Artinya "Saya beriman tapi saya akan tetap menggambarkan Tuhan dengan akal saya sendiri". Wilfred Cantwell Smith nampaknya setuju. Dalam makalahnya berjudul Philosophia as One of the Religious Tradition of Mankind, ia mengkategorikan tradisi intelektual Yunani sebagai agama. Apa arti agama baginya tidak penting, malah kalau perlu istilah ini dibuang. Akhirnya, sama juga mengamini Nietzche bahwa tuhan hanyalah realitas subyektif dalam fikiran manusia, alias khayalan manusia yang tidak ada dalam realitas obyektif. Konsep tuhan rasional inilah yang justru menjadi lahan subur bagi atheisme. Sebab tuhan bisa dibunuh.
Jika Imam al-Ghazzali dikaruniai umur hingga abad ini mungkin ia pasti sudah menulis berjilid-jilid Tahafut. Sekurang-kurangnya ia akan menolak jika Islam dimasukkan kedalam definisi religion versi Barat dan Allah disamakan dengan Tuhan spekulatif. Jika konsep Unmoved Mover Aristotle saja ditolak, kita bisa bayangkan apa reaksi al-Ghazali ketika mengetahui tuhan di Barat kini is no longer Supreme Being (Tidak lagi Maha Kuasa).
Konsep Tuhan di Barat kini sudah hampir sepenuhnya rekayasa akal manusia. Buktinya tuhan 'harus' mengikuti peraturan akal manusia. Ia "tidak boleh" menjadi tiran, "tidak boleh" ikut campur dalam kebebasan dan kreativitas manusia. Tuhan yang ikut mengatur alam semesta dianggap absurd. Tuhan yang personal dan tiranik itulah yang pada abad ke 19 "dibunuh" Nietzche dari pikiran manusia. Tuhan Pencipta tidak wujud pada nalar manusia produk kebudayaan Barat. Agama disana akhirnya tanpa tuhan atau bahkan tuhan tanpa Tuhan. Disini kita baru faham mengapa Manchester United dengan penyokongnya itu like religion. Mungkin mereka hanya malu mengatakan it's really religion but without god.
Kini di Indonesia dan di negeri-negeri Muslim lainnya cendekiawan Muslim mulai ikut-ikutan risih dengan konsep Allah Maha Kuasa (Supreme Being). Tuhan tidak lagi mengatur segala aspek kehidupan manusia. Bahkan kekuasaan Tuhan harus dibatasi. Benteng pemisah antara agama dan politik dibangun kokoh. Para kyai dan cendekiawan Muslim seperti berteriak "politik Islam no" tapi lalu berbisik "berpolitik yes"…."money politik la siyyama".
Tapi ketika benteng pemisah agama dan politik dibangun, tiba-tiba tembok pemisah antar agama-agama dihancurkan. "Ini proyek besar bung"! kata fulan berbisik. "Ini zaman globalisasi dan kita harus akur" kata professor pakar studi Islam. Santri-santri diajari berani bilang "Ya akhi tuhan semua agama itu sama, yang beda hanya namaNya"; "Gus! maulud Nabi sama saja dengan maulud Isa atau Natalan". Mahasiswa Muslim pun diajari logika relativis "anda jangan menganggap agama anda paling benar". Tak ketinggalan para ulama diperingati "jangan mengatasnamakan Tuhan". Kini semua orang "harus" membiarka pembongkaran batas antar agama, menerima pluralitas dan pluralisme sekaligus. Sebab, kata mereka, pluralisme seperti juga sekularisme, adalah hukum alam. Samar-samar seperti ada suara besar mengingatkan "kalau anda tidak pluralis anda pasti teroris"
Anehnya, untuk menjadi seorang pluralis kita tidak perlu meyakini kebenaran agama kita. Kata-kata Hamka "yang bilang semua agama sama berarti ia tidak beragama" mungkin dianggap kuno. Kini yang laris manis adalah konsep global theology-nya John Hick, atau kalau kurang kental pakai Transcendent Unity of Religions-nya F.Schuon. Semua agama sama pada level esoteris. Di negeri Muslim terbesar di dunia ini, lagu-lagu lama Nietzche tentang relativisme dan nihilsme dinyanyikan mahasiswa Muslim dengan penuh emosi dan semangat. "Tidak ada yang absolut selain Allah" artinya 'tidak ada yang tahu kebenaran selain Allah'. Shari'ah, fiqih, tafsir wahyu, ijtihad para ulama adalah hasil pemahaman manusia, maka semua relatif. Walhal, Tuhan tidak pernah meminta kita memahami yang absolut apalagi menjadi absolut. Dalam Islam Yang relatif pun bisa mengandung yang absolut. Secara kelakar seorang kawan membayangkan di Jakarta nanti ada papan iklan besar bergambar seorang kyai dengan latar belakang ribuan santri dengan tulisan singkat "Yesus Tuhan kita juga". [hidayatullah.com]
Penulis Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)
Selasa, Agustus 26, 2008
Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?
Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?
POLITIK dalam paradigma mahasiswa tentu sudah tidak asing lagi. Bahkan, saat ini perjuangan politik telah menjadi mind-set dan flatform perjuangan mahasiswa. Mulai dari kajian-kajian politik yang semakin menggejala, sampai aksi turun ke jalan yang kayaknya menjadi ciri khas seseorang bila ingin disebut sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Naïf memang, ketika ciri khas sebuah pergerakan mahasiswa hanya dinilai dari keterlibatannya di jalanan saja. Boleh dikata, saat ini ada semacam pergeseran makna politik dari yang seharusnya. Saat ini, perjuangan politik mahasiswa hanya dimaknai sebuah perjuangan untuk demo, kritik reaksioner, sikap frontal, menjadi sorotan wartawan, dan lain sebagainya. Kepentingan dan jeritan masyarakat hanya menjadi lisptik perjuangan dalam rangka mempopulerkan diri mereka sendiri. Buktinya, banyak kalangan mahasiswa yang mengaku sebagai aktivis pergerakan, tetapi tidak mengerti tentang konsep perubahan masyarakat, kebangkitan masyarakat, kritik sosial politik yang ideologis, bahkan tidak mengerti permasalahan utama masyarakat yang ada saat ini.
Oleh karena itu, saya sangat tertarik untuk membedah arah perjuangan mahasiswa yang ada saat ini, dan kaitannya dengan aspek sosio-historis yang melatarbelakanginya. Agar lebih argumentatif, maka penulis mencoba untuk meninjaunya dari tiga sudut pandang ; historis, empirik, dan normatif. Pertama, dalam telusur historis. Sesungguhnya akan kita dapati bahwa arah gerak mahasiswa hanya menampilkan peninggalan monumen yang tidak terlalu berarti. Tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1998, adalah contoh catatan kecil yang menorehkan peran dan posisi mahasiswa di dalamnya. Dapat dipahami, bahwa gerakan politik mahasiswa terbelenggu dengan selogan, serta simbol-simbol yang menggoreskan ketidakartiannya dari apa yang telah dilakukan mahasiswa. Dalam sejarah panjang mahasiswa di negeri ini, terlihat dengan jelas bahwa ada paradigma baru tentang politik dan perubahan, yang semuanya menjadi simpang siur dan ambigu. Padahal paradigma politik dan perubahan akan sangat tergambar ketika dipahami bahwa realitas sosial (social reality) bukan hanya untuk dipahami tetapi juga untuk dikendalikan. Termasuk kepedulian mahasiswa terhadap realitas struktural (structural reality) dan kultural masyarakat (cultural reality).
Hal ini bisa jadi pandangan terhadap mahasiswa selama ini merupakan ukuran over estimate terhadap kiprah mahasiswa dalam pentas politik. Kebanggaan filosofis mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan keras (iron stock), dan ukuran-ukuran romantisme lain, semakin membuktikan ketidakjelasan arah gerak mahasiswa. Alasannya, kerena slogan romantis tersebut tidak pernah ditemui realitasnya secara benar
Kedua, dalam tinjauan Empirik. Saat ini kita dihadapkan pada perkembangan budaya modern yang demikian cepat. Perubahan sosial yang terjadi dipicu oleh kemajuan instrumen ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama pada teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Saat ini kita pun dihadapkan pada perkembangan “ketegangan” kehidupan berpolitik yang membuat wajah perpolitikan negeri ini merah memanas. Dalam skala global, ini bisa kita namakan sebagai gejala over heating yang menimpa peradaban. Tetapi sangat membanggakan kiranya, ketika ada sekelompok mahasiswa yang memilih untuk berada pada garda publik yang dinamis.
Telah marak pergerakan mahasiswa pada era reformasi ini. Setidaknya ada dua pandangan mahasiswa terhadap peranannya dalam pentas politik. (1) mengikuti arus besar yang ada (2) menunjukan idealisme mahasiswa yang berbeda.
Pilihan pertama nampaknya selalu menjebak –kalau tidak dikatakan pilihan- aktivis gerakan mahasiswa. Namun benarkah pilihan pertama merupakan pilihan alternatif, ataukah pilihan kedua? Carles Darwin mengatakan “it is strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the ones most responsive to change”. Hanya saja hipotesis
Gerakan mahasiswa yang pada awalnya berkomitmen untuk menunjukan idealismenya dalam pentas politik, seringkali menjadi pragmatis dan terjebak dengan keadaan karena kekaburan metode dan juga jiwa perjuangan mahasiswa yang hanya bermuara pada kepentingan sesaat. Sejatinya revisi dan reposisi gerakan mahasiswa akan sangat menentukan potret negeri ini ke depan, bahkan potret sebuah peradaban.
Ketiga, secara normatif. Banyak harapan masyarakat yang bertumpu pada mahasiswa. Dengan melihat harapan tersebut dan potensi yang dimiliki mahasiswa, posisi mahasiswa sebagai agent of change bukanlah sesuatu yang utopis. Sehingga, pandangan yang berlebihan terhadap mahasiswa merupakan pandangan yang memang harus dibuktikan dengan penuh kehormatan. Tidak menjadi angan, bahkan cemoohan yang menyandarkan kepada posisi mahasiswa tadi.
Maka tidak bisa ditawar-tawar lagi, mahasiswa dalam konteks perjuangan politik haruslah memiliki konsepsi pemikiran (thought) yang jelas dan tegas, kemudian harus mendefinisikan metode (method) penerapan pemikirannya, bahkan mampu menjelaskan langkah-langkah yang cerdas dalam menjelaskan upaya meraih tujuan dalam konsepsi pemikirannya. Mahasiswa tersebut haruslah orang-orang yang tersadarkan, bukan hanya modal semangat dan keinginan emosional yang melandasi perjuangan politiknya, sehingga ikatan yang mereka bangun adalah ikatan yang mendasar, bukan hanya slogan dan perasaan emosional-temporal.
Sehingga, harapan atas politik mahasiswa –menjawab pertanyaan, "mau kemanakah pergerakan mahasiswa?"- adalah untuk menuju kepada kebangkitan, bukan malah memperburuk kondisi yang sudah ada. Oleh karena itu, keberanian mahasiswa untuk bepikir lebih mendasar yang didasarkan pada konsepsi ideologis, bukan atas ego, kepentingan, dan kemanfaatan belaka akan memberikan jaminan bahwa yang mahasiswa lakukan di masa ini bukan hanya menyelamatkan mereka dan masa sekarang saja, namun untuk membentuk tatanan yang lebih terhormat demi kehidupan umat manusia. Semoga!***
Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?
Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?
POLITIK dalam paradigma mahasiswa tentu sudah tidak asing lagi. Bahkan, saat ini perjuangan politik telah menjadi mind-set dan flatform perjuangan mahasiswa. Mulai dari kajian-kajian politik yang semakin menggejala, sampai aksi turun ke jalan yang kayaknya menjadi ciri khas seseorang bila ingin disebut sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Naïf memang, ketika ciri khas sebuah pergerakan mahasiswa hanya dinilai dari keterlibatannya di jalanan saja. Boleh dikata, saat ini ada semacam pergeseran makna politik dari yang seharusnya. Saat ini, perjuangan politik mahasiswa hanya dimaknai sebuah perjuangan untuk demo, kritik reaksioner, sikap frontal, menjadi sorotan wartawan, dan lain sebagainya. Kepentingan dan jeritan masyarakat hanya menjadi lisptik perjuangan dalam rangka mempopulerkan diri mereka sendiri. Buktinya, banyak kalangan mahasiswa yang mengaku sebagai aktivis pergerakan, tetapi tidak mengerti tentang konsep perubahan masyarakat, kebangkitan masyarakat, kritik sosial politik yang ideologis, bahkan tidak mengerti permasalahan utama masyarakat yang ada saat ini.
Oleh karena itu, saya sangat tertarik untuk membedah arah perjuangan mahasiswa yang ada saat ini, dan kaitannya dengan aspek sosio-historis yang melatarbelakanginya. Agar lebih argumentatif, maka penulis mencoba untuk meninjaunya dari tiga sudut pandang ; historis, empirik, dan normatif. Pertama, dalam telusur historis. Sesungguhnya akan kita dapati bahwa arah gerak mahasiswa hanya menampilkan peninggalan monumen yang tidak terlalu berarti. Tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1998, adalah contoh catatan kecil yang menorehkan peran dan posisi mahasiswa di dalamnya. Dapat dipahami, bahwa gerakan politik mahasiswa terbelenggu dengan selogan, serta simbol-simbol yang menggoreskan ketidakartiannya dari apa yang telah dilakukan mahasiswa. Dalam sejarah panjang mahasiswa di negeri ini, terlihat dengan jelas bahwa ada paradigma baru tentang politik dan perubahan, yang semuanya menjadi simpang siur dan ambigu. Padahal paradigma politik dan perubahan akan sangat tergambar ketika dipahami bahwa realitas sosial (social reality) bukan hanya untuk dipahami tetapi juga untuk dikendalikan. Termasuk kepedulian mahasiswa terhadap realitas struktural (structural reality) dan kultural masyarakat (cultural reality).
Hal ini bisa jadi pandangan terhadap mahasiswa selama ini merupakan ukuran over estimate terhadap kiprah mahasiswa dalam pentas politik. Kebanggaan filosofis mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan keras (iron stock), dan ukuran-ukuran romantisme lain, semakin membuktikan ketidakjelasan arah gerak mahasiswa. Alasannya, kerena slogan romantis tersebut tidak pernah ditemui realitasnya secara benar
Kedua, dalam tinjauan Empirik. Saat ini kita dihadapkan pada perkembangan budaya modern yang demikian cepat. Perubahan sosial yang terjadi dipicu oleh kemajuan instrumen ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama pada teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Saat ini kita pun dihadapkan pada perkembangan “ketegangan” kehidupan berpolitik yang membuat wajah perpolitikan negeri ini merah memanas. Dalam skala global, ini bisa kita namakan sebagai gejala over heating yang menimpa peradaban. Tetapi sangat membanggakan kiranya, ketika ada sekelompok mahasiswa yang memilih untuk berada pada garda publik yang dinamis.
Telah marak pergerakan mahasiswa pada era reformasi ini. Setidaknya ada dua pandangan mahasiswa terhadap peranannya dalam pentas politik. (1) mengikuti arus besar yang ada (2) menunjukan idealisme mahasiswa yang berbeda.
Pilihan pertama nampaknya selalu menjebak –kalau tidak dikatakan pilihan- aktivis gerakan mahasiswa. Namun benarkah pilihan pertama merupakan pilihan alternatif, ataukah pilihan kedua? Carles Darwin mengatakan “it is strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the ones most responsive to change”. Hanya saja hipotesis
Gerakan mahasiswa yang pada awalnya berkomitmen untuk menunjukan idealismenya dalam pentas politik, seringkali menjadi pragmatis dan terjebak dengan keadaan karena kekaburan metode dan juga jiwa perjuangan mahasiswa yang hanya bermuara pada kepentingan sesaat. Sejatinya revisi dan reposisi gerakan mahasiswa akan sangat menentukan potret negeri ini ke depan, bahkan potret sebuah peradaban.
Ketiga, secara normatif. Banyak harapan masyarakat yang bertumpu pada mahasiswa. Dengan melihat harapan tersebut dan potensi yang dimiliki mahasiswa, posisi mahasiswa sebagai agent of change bukanlah sesuatu yang utopis. Sehingga, pandangan yang berlebihan terhadap mahasiswa merupakan pandangan yang memang harus dibuktikan dengan penuh kehormatan. Tidak menjadi angan, bahkan cemoohan yang menyandarkan kepada posisi mahasiswa tadi.
Maka tidak bisa ditawar-tawar lagi, mahasiswa dalam konteks perjuangan politik haruslah memiliki konsepsi pemikiran (thought) yang jelas dan tegas, kemudian harus mendefinisikan metode (method) penerapan pemikirannya, bahkan mampu menjelaskan langkah-langkah yang cerdas dalam menjelaskan upaya meraih tujuan dalam konsepsi pemikirannya. Mahasiswa tersebut haruslah orang-orang yang tersadarkan, bukan hanya modal semangat dan keinginan emosional yang melandasi perjuangan politiknya, sehingga ikatan yang mereka bangun adalah ikatan yang mendasar, bukan hanya slogan dan perasaan emosional-temporal.
Sehingga, harapan atas politik mahasiswa –menjawab pertanyaan, "mau kemanakah pergerakan mahasiswa?"- adalah untuk menuju kepada kebangkitan, bukan malah memperburuk kondisi yang sudah ada. Oleh karena itu, keberanian mahasiswa untuk bepikir lebih mendasar yang didasarkan pada konsepsi ideologis, bukan atas ego, kepentingan, dan kemanfaatan belaka akan memberikan jaminan bahwa yang mahasiswa lakukan di masa ini bukan hanya menyelamatkan mereka dan masa sekarang saja, namun untuk membentuk tatanan yang lebih terhormat demi kehidupan umat manusia. Semoga!***
Sabtu, Agustus 16, 2008
Profil LDK STIK BP
PROFIL LEMBAGA DAKWAH KAMPUS RUFAIDAH
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR
Sejarah singkat terbentuknya LDK
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Putera Banjar hampir seluruhnya beragama Islam. Akan tetapi suasana kehidupan yang Islami berdasarkan kepada aturan Islam hampir tidak ada. Pelaksanaan ajaran Islam hanyalah sebatas pada aktivitas ibadah ritual saja seperti sholat. Sementara aktivitas lain jauh dari nilai –nilai Islam. Hal ini disebabkan tidak adanya aktivitas dakwah baik perorangan maupun berkelompok, ditengah –tengah mahasiswa yang menunjukan jalan Islam.
Dalam alqur’an surat Al-Imran ayat 104 :
. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
Melihat kondisi diatas, yaitu tidak adanya kelompok yang menyeru kepada Islam dan atas dasar hukum berupa perintah Allah SWT dalam surat Al Imran ayat 140 tadi, Alhamdulillah ada beberapa individu yang sadar akan pentingnya dakwah Islam berupa penyampaian nilai-nilai Islam, dan menjalin ukhuwah dengan mahasiswa, yang bertujuan melanjutkan kehidupan Islam. Setelah bermusyawarah maka diputuskanlah untuk membentuk organisasi dakwah kampus yang diharapkan nantinya mampu mengemban dakwah. Banyak usulan nama yang diajukan bagi UKM Kerohanian Islam ini, Akan tetapi, forum memilih nama LDK bagi UKM Kerohanian Islam. LDK kepanjangan dari kata Lembaga Dakwah Kampus. Nama Rhufaida diambil dari seorang perawat muslim pada masa Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah, yang berasal dari golongan Anshar.
Oraganisasi ini berkedudukan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehtan Bina Putera Banjar .Adapun tujuan dibentuknya organisasi ini tiada lain adalah untuk mendakwahkan Islam yang sempurna kepada civitas akademik STIK Bina Putera Banjar
Organisasi ini dibentuk pada Bulan Januari 2008 oleh beberapa mahasiswa diantaranya :
Andrianto (IKP) Sementer III
Mudrikah Ulfah (IKM) Semester VII
Yati (Kebidanan) Semenster III
Demokrasi VS Islam
Mengapa Umat Islam Harus Menolak Demokrasi
Pernyataan saya ini saya buat untuk mengomentari seputar pernyataan wakil presiden yusuf kalla, dalam surat kabar lokal Radar Tasik Malaya edisi 14 Agustus tahun 2008.Hal yang menarik untuk digaris bawahi adalah komentarnya tentang Islam dan Demokrasi. Katanya Islam dan Demokrasi memiliki latar belakang berbeda namun memilki tujuan yang sama yaitu kesejahteraan umum. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidatonya pada forum masyarakat Islam madani yang dihadiri oleh perwakilan Negara-negara Asia Tenggara. Acara tersebut diselenggarakan oleh ICRP di istana Wapres. Sebagaimana di beritakan oleh media tersebut.
Dalam pidatonya kita Umat Islam, diajak untuk menerima demokrasi sebagai suata sarana atau metode dalam menggapai kesejahteraan umum. Pernyataan ini sungguh menyesatkan, menurut hemat saya. Kenapa?.
Pertama. Sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh pakwapres, bahwa demokrasi dan Islam memiliki latar belakang berbeda, yaitu Demokrasi menggunakan Sekulerisme sebagai asasnya, berupa pemisahan agama dari urusan kedaniawian. Segala aspek keduniawian harus netral atau bersih dari nilai-nilai agama. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam, yang menjadikan islam sebagai standar kehidupan, dengan kata lain Islam memadukan nilai-nilai agama sebagai standar dalam berbagai dimensi kehidupan, baik aktivitas keduniawaian maupun ukhrowi (ritual).
Kedua. yang kita tolak karena kita sebagai muslim, adalah Demokrasi merupakan tsaqopah atau bagaian dari kebudayaan asing yang berasal dari peradaban yunani. Kita sebagi Umat islam dilarang mengikuti peradaban selain yang berasal dari peradaban Islam. Sabda nabi Muhammad SAW “barang siapa yang meyerupai suatu kaum maka ia bagian dari kaum tersebut”. Hadis tersebut dengan sangat jelas melarang kita agar tidak mengikuti jalan atau tatacara orang kafir.
Ketiga. Dalam demokrasi ada istilah kedaulatan ditangan rakyat atau dengan kata lain rakyat (manusia) memiliki hak untuk membuat hokum. Sedangkan dalam Islam Allahlah yang berhak membuat hukum. Manusia hanya diperkenankan menggali hukum atau dikenal dengan istilah ijtihad. Dalam islam persoalan membuat hukum sudah jelas dalilnya bacalah
Umpamanya adalah seorang insinyur komputer, insinyur ini, ketika membuat computer dari mulai software hingga hardware, sesuai dengan standar kebutuhan. Sebagai seorang ahli computer, dia mengetahui seluk beluk tentang mesin ciptaannya, maka dia mengeluarkan buku panduan dalam mengoprasikan computer. Sebagai salah satu bentuk rasa cintanya terhadap bidang yang digelutinya maka dia membuka layanan service computer, jika ada yang rusak dan les belajar computer. Kalau kita analogikan, begitu pula dengan kehidupan manusia di dunia, Allah menciptakan alam ini dengan serba teratur dan tertib sesuai dengan kehendakanya. Manusia diciptakan di dunia adalah untuk beribadah, yang salah satunya adalah dengan menjalankan aturan Allah.
Hal inilah yang jarang dipahami oleh kebanyakan kaum muslim. Yang lebih disayangkan lagi banyak “oknum ulama” dan cendekiawan muslim yang justru terjebak dalam Lumpur demokrasi akibat terlalusilau dengan peradaban barat. Mungkin dengan niat ingin menegakan kalimat Allah, tapi malah mendukung kekufuran. Coba kita lihat sejarah, sejak negara ini dibentuk hingga sekarang, partai-partai Islam yang ingin menerapkan Islam secara sempurna nggak pernah terjadi contohnya adalah masyumi yang dijebak masuk Volkskrad (semacam DPR) suara umat Islam kalah banyak dengan suara orang-orang kafir. Akhirnya masyumi di bubarkan oleh pemerintah. Kita lihat kasus partai Islam Aljazair FIS pada tahun 1991, yang menang telak hasil pemilu langsung, dan hampir selangkah lagi menguasai Negara.tapi apa akhirnya?. Nasibnyapun sama seperti masyumi. Hasil pemilu langsung tersebut dibatalkan oleh pihak militer yang kuat dan didkng oleh Negara-negara barat. Kemenangan partai FIS di abolish karena ingin menerapkan syariat Islam, partai FIS resmi dilarang, para aktivisnya ditangkapi dan di jebloskan kepenjara. Betapa sulitnya menerapkan hukum Islam lewat Demokrasi Ini karena sistem Demokrasi dicipatakan untuk mempersempit ruang lingkup agama, yaitu dengan asas sekulerisme.
Bagi orang –orang yang meyakini Demokrasi sebagai kebenaran maka hal itu telah divonis kaffir. Banyak fatwa ulama yang memfatwa bahwa jika seorang muslim meyakini ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah maka dia kaffir.karena memang demokrasi itu bukan dari wahyu Allah tetapi, berasal dari pemikiran manusia yang banyak kelemahan.
Sebuah aturan kufur yang mesti ditolak mentah-mentah malah diagung-agungkan, sementara system yang jelas diridhoi Allah ditolak dengan berbagai alasan. Percaya tidak percaya tapi inilah realita sistem kufur demokasi yang wajib kita campakan. Pernyataan semacam yang dilontarkan pak yusuf kalla perlu dikaji ulang. Kemudian timbang dengan kaca mata Islam apakah sesuai dengan syariat atau tidak melanggar syariat. Kita jangan sekali –kali mengambil peradaban dan kebudayaan dari barat untuk kita gunakan sebagai aturan hidup. Cukuplah Islam sebagai aturan hidup kita . sudah banyak contoh akibat dari meninggalkan Syariat Allah. Contohnya adalah negeri ini bencana dimana mana dan kebanyakan bencana tersebut di akibatkan karena ulah tangan-tangan manusia.
Maka marilah kita sebagai muslim untuk kembali kepada jalan Islam yang sempurna.
Andrianto
Mahasiswa STIKes Bina Putera
Selasa, Juli 29, 2008
OPERASI MEDIS DARI SISI FIKIH
oleh : Izzudin Karimi
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana pandangan syariat terhadap operasi medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?
Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.
Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).
Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkan jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.
Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada operasi medis, tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakannya, jika tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas.
Adapun dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan pijakan dalam menetapkan dibolehkannya operasi medis, di antaranya:
A. Hadits hijamah (berbekam)
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari).
Dari Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan tempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Padanya terdapat kesembuhan’.” (HR. Al-Bukhari).
Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah dilakukan dengan membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.
B. Hadits Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim).
Dalam hadits ini Nabi saw menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu.
Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan secara mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan pada tempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya.
Jika operasi medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka ia dibolehkan karena dalam kondisi ini target yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak mewujudkan sasarannya atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat melarangnya.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
3) Hendaknya penderita mengizinkan.
4) Hendaknya tim medis menguasai.
5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.
ini diambil dari blog lain, tapi maaf saya lupa nama blognya
(Dari Jami’ al-Fatawa ath-Thibbiyah, Dr. Abdul Aziz bin Fahd bin Abdul Muhsin).