Minggu, Agustus 31, 2008

ABLASIO RETINA

ABLASIO RETINA

ABLASIO RETINA
Ablasio Retina adalah terpisahnya/terlepasnya retina dari jaringan penyokong di bawahnya.

Jaringan saraf yang membentuk bagian peka cahaya pada retina membentuk suatu selaput tipis yang melekat erat pada jaringan penyokong di bawahnya.
Jika kedua lapisan tersebut terpisah, maka retina tidak dapat berfungsi dan jika tidak kembali disatukan bisa terjadi kerusakan permanen.

Ablasio bisa bermula di suatu daerah yang kecil, tetapi jika tidak diobati, seluruh retina bisa terlepas.
Pada salah satu bentuk ablasio, retina betul-betul mengalami robekan. Bentuk ablasio ini biasanya terjadi pada penderita miopia atau penderita yang telah menjalani operasi katark atau penderita cedera mata.

Pada ablasio lainnya, retina tidak robek tetapi terpisah dari jaringan di bawahnya.
Pemisahan ini terjadi jika gerakan cairan di dalam bola mata menarik retina atau jika cairan yang terkumpul diantara retina dan jaringan di bawahnya mendorong retina.



PENYEBAB
Retina merupakan selaput transparan di bagian belakang mata yang mengolah bayangan yang difokuskan di retina oleh kornea dan lensa.

Ablasio retina seringkali dihubungkan dengan adanya robekan atau lubang pada retina, sehingga cairan di dalam mata merembes melalui robekan atau lubang tersebut dan menyebabkan terlepasnya retina dari jaringan di bawahnya.
Hal tersebut bisa terjadi akibat:

* Trauma

* Proses penuaan
* Diabetes berat
* Penyakit peradangan,
* tetapi ablasio retina sering kali terjadi secara spontan.


Pada bayi prematur, ablasio retina bisa terjadi akibat retinopati akibat prematuritas.

Selama proses terlepasnya retina, perdarahan dari pembuluh darah retina yang kecil bisa menyebabkan kekeruhan pada bagian dalam mata yang dalam keadaan normal terisi oleh humor vitreus.
Jika terjadi pelepasan makula, akan terjadi gangguan penglihatan pusat lapang pandang.

Faktor resiko terjadinya ablasio retina adalah:

* Rabun dekat
* Riwayat keluarga dengan ablasio retina
* Diabetes yang tidak terkontrol
* Trauma.




GEJALA
Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

Hilangnya fungsi penglihatan awalnya hanya terjadi pada salah satu bagian dari lapang pandang, tetapi kemudian menyebar sejalan dengan perkembangan ablasio.

Jika makula terlepas, akan segera terjadi gangguan penglihatan dan penglihatan menjadi kabur.


PENGOBATAN MEDIS
Pembedahan laser bisa digunakan untuk menutup lubang atau robekan pada retina yang biasanya ditemukan sebelum terjadinya ablasio.

Dengan kriopeksi (pemberian dingin dengan jarum es) akan terbentuk jaringan parut yang melekatkan retina pada jaringan di bawahnya.
Teknik ini digunakan bersamaan dengan penyuntikan gelembung udara dan kepala dipertahankan pada posisi tertentu untuk mencegah penimbunan kembali cairan di belakang retina.

Penempelan kembali retina melalui pembedahan terdiri dari pembuatan lekukan pada sklera (bagian putih mata) untuk mengurangi tekanan pada retina sehingga retina kembali menempel.



PENCEGAHAN
Gunakan kaca mata pelindung untuk mencegah terjadinya trauma pada mata.

Penderita diabetes sebaiknya mengontrol kadar gula darahnya secara seksama.

Jika anda memiliki resiko menderita ablasio retina, periksakan mata minimal setahun sekali.


TERAPI HERBA
Teteskan THM 3 tetes sehari. THM yang rasanya dingin dapat membantu melekatkan retina.
KOnsumsi spirulina HPA 2x2. Spirulina ini mengandung beta karoten yang terbaik untuk mata
Konsumsi omega 3 sofgel HPA 2x2.
konsumsi teh herba 1 ktg sehari (3 x minum)
Tags: ablasio retina
4 comments share

ATH THIBBUN NABAWY : Alamiah, Imiah, Ilahiyah

Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab

Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab
Kategori: Fiqh dan Muamalah

Cara Menentukan Awal Ramadhan

Berdasarkan petunjuk dari suri tauladan kita -Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-, awal Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal secara langsung atau dengan kesaksian satu orang yang balig, berakal, muslim, dapat dipercaya dan mampu menjaga amanah yang melihat secara langsung. Apabila hilal ini tidak terlihat atau tidak ada kesaksian dari satu orang karena mendung atau tertutupi awan, maka bulan Sya’ban disempurnakan (digenapkan) menjadi 30 hari.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً ، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ

“Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Sya’ban, -pen). Maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari)

Menentukan Awal Ramadhan dengan Hisab

Para pembaca sekalian, perlu diketahui bersama bahwasanya mengenal hilal adalah bukan dengan cara hisab (menghitung posisi bulan yang merupakan bagian dari ilmu nujum) sebagaimana yang dilakukan oleh berbagai organisasi Islam saat ini. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melihat/mengenal hilal adalah dengan ru’yah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda,

إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ ، لاَ نَكْتُبُ وَلاَ نَحْسِبُ ,الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا

“Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa yang dimaksud hisab di sini adalah hisab dalam ilmu nujum (perbintangan).

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengenal ilmu hisab sama sekali. Dan perlu diketahui pula bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah ada ilmu hisab, namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakannya. Ingatlah, petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –lah yang benar dan merupakan sebaik-baik petunjuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya. Perkataan beliau adalah wahyu Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tiadalah yang Nabi ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu Allah yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4)

Perhatikan pula bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengaitkan hukum masuknya bulan ramadhan dengan hisab sama sekali sebagaimana beliau jelaskan dalam hadits di atas (yaitu ‘Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari‘). Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan kita untuk bertanya pada ahli hisab (pakar ilmu nujum). Beliau memerintahkan kita -apabila tidak terlihat hilal- untuk menggenapkan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Demikianlah bulan hijriyah, jumlah hari di dalamnya tidak mungkin lebih dari 30 hari dan tidak mungkin kurang dari 29 hari. Sehingga para ulama mengatakan bahwa yang lebih tepat dalam melihat hilal adalah dengan ru’yah dan bukan dengan hisab.

Para pembaca dapat melihat perkataan Al Baaji yang dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berikut ini. Beliau mengatakan, “(Menetapkan ramadhan dengan ru’yah) adalah kesepakatan para salaf (para sahabat) dan kesepakatan ini adalah hujjah/bantahan kepada mereka (yang menggunakan hisab).” Lihat pula perkataan Ibnu Bazizah dalam kitab yang sama, “Mazhab ini (yang menetapkan awal Ramadhan dengan hisab) adalah Mazhab batil dan syariat ini telah melarang mendalami ilmu nujum (hisab) karena ilmu ini hanya sekedar perkiraan (dzon) dan bukanlah ilmu yang pasti (qoth’i) atau persangkaan kuat. Maka seandainya suatu perkara (misalnya penentuan awal ramadhan, -pen) hanya dikaitkan dengan ilmu hisab ini maka agama ini akan menjadi sempit karena tidak ada yang menguasai ilmu hisab ini kecuali sedikit sekali.”

Apabila pada Malam Ketigapuluh Sya’ban Tidak Terlihat Hilal

Apabila pada malam ketigapuluh Sya’ban belum juga terlihat hilal karena terhalangi oleh awan atau mendung maka bulan Sya’ban harus disempurnakan menjadi 30 hari. Dan pada hari tersebut tidak diperbolehkan berpuasa berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ

“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Nasa’i)

Hadits ini menunjukkan bahwa mendahulukan puasa pada satu hari sebelum Ramadhan dalam rangka kehati-hatian yaitu takut kalau pada hari yang meragukan ini ternyata sudah masuk Ramadhan adalah haram. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi ancaman bagi orang-orang yang berlebih-lebihan seperti ini dalam sabda beliau,

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ

“Binasalah orang yang berlebih-lebihan.” (HR. Muslim)

Pada hari tersebut juga dilarang untuk berpuasa karena hari tersebut adalah hari yang meragukan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan maka dia telah mendurhakai Abul Qasim (yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)

Namun jika pada hari yang meragukan ini pemerintah memerintahkan untuk berpuasa, maka kaum muslimin diharuskan untuk berpuasa mengikuti pemerintah mereka sebagaimana penjelasan berikut ini.

Ikutilah Pemerintah dalam Memulai Puasa Ramadhan atau Berhari Raya

Jika melihat mudahnya dan dalam rangka menjaga persatuan kaum muslimin, maka cara terbaik dalam menentukan awal Ramadhan adalah dengan mengikuti keputusan pemerintah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تَضَحُّوْنَ

“Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, idul fithri ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul fithri, dan idul adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian beridul adha.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini hasan ghorib). Lalu Imam Tirmidzi mengatakan, “Sebagian para ulama menafsirkan hadits ini dengan mengatakan, ‘Maksud hadits ini adalah puasa dan hari raya hendaknya dilakukan bersama jama’ah (yaitu pemerintah kaum muslimin) dan mayoritas manusia (masyarakat)’“. (Lihat Tamamul Minnah, I/399, Al Maktabah Al Islamiyyah)

Semoga kita mendapatkan petunjuk untuk bersegera melakukan ketaatan kepada Allah yang telah memberikan berbagai limpahan nikmat kepada kita. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

Agama

oleh: Hamid Fahmi Zarkasy *

Di pinggir jalan kota Manchester Inggeris terdapat papan iklan besar bertuliskan kata-kata singkat "It's like Religion". Iklan itu tidak ada hubungannya dengan agama atau kepercayaan apapun. Disitu terpampang gambar seorang pemain bola dengan latar belakang ribuan supporternya yang fanatik. Saya baru tahu kalau itu iklan klub sepakbola setelah membaca tulisan dibawahnya Manchester United.

Sepakbola dengan supporter fanatik itu biasa, tapi tulisan it's like religion itu cukup mengusik pikiran saya. Kalau iklan itu di pasang di Jalan Thamrin Jakarta ummat beragama pasti akan geger. Ini pelecehan terhadap agama. Tapi di Barat agama bisa difahami seperti itu. Agama adalah fanatisme, kata para sosiolog. Bahkan ketika seorang selebritinya mengatakan My religion is song, sex, sand and champagne juga masih dianggap waras. Mungkin ini yang disinyalir al-Qur'an ara'ayta man ittakhadha ilahahu hawahu (QS.25:43).

Pada dataran diskursus akademik, makna religion di Barat memang problematik. Bertahun-tahun mereka mencoba mendefinisikan religion tapi gagal. Mereka tetap tidak mampu menjangkau hal-hal yang khusus. Jikapun mampu, mereka terpaksa menafikan agama lain. Ketika agama didefinisikan sebagai kepercayaan, atau kepercayaan kepada yang Maha Kuasa (Supreme Being), kepercayaan primitif di Asia menjadi bukan agama. Sebab agama primitif tidak punya kepercayaan formal, apalagi doktrin.

F. Schleiermacher kemudian mendefinisikan agama dengan tidak terlalu doktriner, agama adalah "rasa ketergantungan yang absolut" (feeling of absolute dependence). Demikian pula Whithehead, agama adalah "apa yang kita lakukan dalam kesendirian". Disini faktor-faktor terpentingnya adalah emosi, pengalaman, intuisi dan etika. Tapi definisi ini hanya sesuai untuk agama primitif yang punya tradisi penuh dengan ritus-ritus, dan tidak cocok untuk agama yang punya struktur keimanan, ide-ide dan doktrin-dokrin.

Tapi bagi sosilog dan antropolog memang begitu. Bagi mereka religion sama sekali bukan seperangkat ide-ide, nilai atau pengalaman yang terpisah dari matriks kultural. Bahkan, kata mereka, beberapa kepercayaan, adat istiadat atau ritus-ritus keagamaan tidak bisa difahami kecuali dengan matriks kultural tersebut. Emile Durkheim malah yakin bahwa masyarakat itu sendiri sudah cukup sebagai faktor penting bagi lahirnya rasa berketuhanan dalam jiwa. (Lihat The Elementary Forms of the Religious Life, New York, 1926, 207). Tapi bagi pakar psikologi agama justru harus diartikan dari faktor kekuatan kejiwaan manusia ketimbang faktor sosial dan intelektual. Para sosiolog Barat nampaknya trauma dengan makna agama yang doktriner, sehingga tidak peduli dengan aspek ekstra-sosial, ekstra-sosiologis ataupun ekstra-psikologis. Aspek immanensi lebih dipentingkan daripada aspek transendensi.

Sejatinya, akar kebingungan Barat mendefinisikan religion karena konsep Tuhan yang bermasalah. Agama Barat - Kristen - kata Amstrong dalam History of God justru banyak bicara Yesus Kristus ketimbang Tuhan. Padahal, Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya suci, apalagi Tuhan. Dalam hal ini kesimpulan Professor al-Attas sangat jitu 'Islam, sebagai agama, telah sempurna sejak diturunkan'. Konsep Tuhan, agama, ibadah, Manusia dan lain-lain dalam Islam telah jelas sejak awal. Para ulama kemudian hanya menjelaskan konsep-konsep itu tanpa merubah konsep asalnya. Sedang di Barat konsep Tuhan mereka sejak awal bermasalah sehingga perlu direkayasa agar bisa diterima akal manusia.

Kita mungkin akan tersenyum membaca judul buku yang baru terbit di Barat, Tomorrow's God, (Tuhan Masa Depan), karya Neale Donald Walsch. Tuhan agama-agama yang ada tidak lagi cocok untuk masa kini. Tuhan haruslah seperti apa yang digambarkan oleh akal modern. Manusia makhluk berakal (rational animal) harus lebih dominan daripada manusia makhluk Tuhan. Pada puncaknya nanti manusialah yang menciptakan Tuhan dengan akalnya.

Socrates pun pernah berkata:"Wahai warga Athena! aku percaya pada Tuhan, tapi tidak akan berhenti berfilsafat". Artinya "Saya beriman tapi saya akan tetap menggambarkan Tuhan dengan akal saya sendiri". Wilfred Cantwell Smith nampaknya setuju. Dalam makalahnya berjudul Philosophia as One of the Religious Tradition of Mankind, ia mengkategorikan tradisi intelektual Yunani sebagai agama. Apa arti agama baginya tidak penting, malah kalau perlu istilah ini dibuang. Akhirnya, sama juga mengamini Nietzche bahwa tuhan hanyalah realitas subyektif dalam fikiran manusia, alias khayalan manusia yang tidak ada dalam realitas obyektif. Konsep tuhan rasional inilah yang justru menjadi lahan subur bagi atheisme. Sebab tuhan bisa dibunuh.

Jika Imam al-Ghazzali dikaruniai umur hingga abad ini mungkin ia pasti sudah menulis berjilid-jilid Tahafut. Sekurang-kurangnya ia akan menolak jika Islam dimasukkan kedalam definisi religion versi Barat dan Allah disamakan dengan Tuhan spekulatif. Jika konsep Unmoved Mover Aristotle saja ditolak, kita bisa bayangkan apa reaksi al-Ghazali ketika mengetahui tuhan di Barat kini is no longer Supreme Being (Tidak lagi Maha Kuasa).

Konsep Tuhan di Barat kini sudah hampir sepenuhnya rekayasa akal manusia. Buktinya tuhan 'harus' mengikuti peraturan akal manusia. Ia "tidak boleh" menjadi tiran, "tidak boleh" ikut campur dalam kebebasan dan kreativitas manusia. Tuhan yang ikut mengatur alam semesta dianggap absurd. Tuhan yang personal dan tiranik itulah yang pada abad ke 19 "dibunuh" Nietzche dari pikiran manusia. Tuhan Pencipta tidak wujud pada nalar manusia produk kebudayaan Barat. Agama disana akhirnya tanpa tuhan atau bahkan tuhan tanpa Tuhan. Disini kita baru faham mengapa Manchester United dengan penyokongnya itu like religion. Mungkin mereka hanya malu mengatakan it's really religion but without god.

Kini di Indonesia dan di negeri-negeri Muslim lainnya cendekiawan Muslim mulai ikut-ikutan risih dengan konsep Allah Maha Kuasa (Supreme Being). Tuhan tidak lagi mengatur segala aspek kehidupan manusia. Bahkan kekuasaan Tuhan harus dibatasi. Benteng pemisah antara agama dan politik dibangun kokoh. Para kyai dan cendekiawan Muslim seperti berteriak "politik Islam no" tapi lalu berbisik "berpolitik yes"…."money politik la siyyama".

Tapi ketika benteng pemisah agama dan politik dibangun, tiba-tiba tembok pemisah antar agama-agama dihancurkan. "Ini proyek besar bung"! kata fulan berbisik. "Ini zaman globalisasi dan kita harus akur" kata professor pakar studi Islam. Santri-santri diajari berani bilang "Ya akhi tuhan semua agama itu sama, yang beda hanya namaNya"; "Gus! maulud Nabi sama saja dengan maulud Isa atau Natalan". Mahasiswa Muslim pun diajari logika relativis "anda jangan menganggap agama anda paling benar". Tak ketinggalan para ulama diperingati "jangan mengatasnamakan Tuhan". Kini semua orang "harus" membiarka pembongkaran batas antar agama, menerima pluralitas dan pluralisme sekaligus. Sebab, kata mereka, pluralisme seperti juga sekularisme, adalah hukum alam. Samar-samar seperti ada suara besar mengingatkan "kalau anda tidak pluralis anda pasti teroris"

Anehnya, untuk menjadi seorang pluralis kita tidak perlu meyakini kebenaran agama kita. Kata-kata Hamka "yang bilang semua agama sama berarti ia tidak beragama" mungkin dianggap kuno. Kini yang laris manis adalah konsep global theology-nya John Hick, atau kalau kurang kental pakai Transcendent Unity of Religions-nya F.Schuon. Semua agama sama pada level esoteris. Di negeri Muslim terbesar di dunia ini, lagu-lagu lama Nietzche tentang relativisme dan nihilsme dinyanyikan mahasiswa Muslim dengan penuh emosi dan semangat. "Tidak ada yang absolut selain Allah" artinya 'tidak ada yang tahu kebenaran selain Allah'. Shari'ah, fiqih, tafsir wahyu, ijtihad para ulama adalah hasil pemahaman manusia, maka semua relatif. Walhal, Tuhan tidak pernah meminta kita memahami yang absolut apalagi menjadi absolut. Dalam Islam Yang relatif pun bisa mengandung yang absolut. Secara kelakar seorang kawan membayangkan di Jakarta nanti ada papan iklan besar bergambar seorang kyai dengan latar belakang ribuan santri dengan tulisan singkat "Yesus Tuhan kita juga". [hidayatullah.com]

Penulis Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS)

Selasa, Agustus 26, 2008

Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?

Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?



POLITIK dalam paradigma mahasiswa tentu sudah tidak asing lagi. Bahkan, saat ini perjuangan politik telah menjadi mind-set dan flatform perjuangan mahasiswa. Mulai dari kajian-kajian politik yang semakin menggejala, sampai aksi turun ke jalan yang kayaknya menjadi ciri khas seseorang bila ingin disebut sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Naïf memang, ketika ciri khas sebuah pergerakan mahasiswa hanya dinilai dari keterlibatannya di jalanan saja. Boleh dikata, saat ini ada semacam pergeseran makna politik dari yang seharusnya. Saat ini, perjuangan politik mahasiswa hanya dimaknai sebuah perjuangan untuk demo, kritik reaksioner, sikap frontal, menjadi sorotan wartawan, dan lain sebagainya. Kepentingan dan jeritan masyarakat hanya menjadi lisptik perjuangan dalam rangka mempopulerkan diri mereka sendiri. Buktinya, banyak kalangan mahasiswa yang mengaku sebagai aktivis pergerakan, tetapi tidak mengerti tentang konsep perubahan masyarakat, kebangkitan masyarakat, kritik sosial politik yang ideologis, bahkan tidak mengerti permasalahan utama masyarakat yang ada saat ini.

Oleh karena itu, saya sangat tertarik untuk membedah arah perjuangan mahasiswa yang ada saat ini, dan kaitannya dengan aspek sosio-historis yang melatarbelakanginya. Agar lebih argumentatif, maka penulis mencoba untuk meninjaunya dari tiga sudut pandang ; historis, empirik, dan normatif. Pertama, dalam telusur historis. Sesungguhnya akan kita dapati bahwa arah gerak mahasiswa hanya menampilkan peninggalan monumen yang tidak terlalu berarti. Tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1998, adalah contoh catatan kecil yang menorehkan peran dan posisi mahasiswa di dalamnya. Dapat dipahami, bahwa gerakan politik mahasiswa terbelenggu dengan selogan, serta simbol-simbol yang menggoreskan ketidakartiannya dari apa yang telah dilakukan mahasiswa. Dalam sejarah panjang mahasiswa di negeri ini, terlihat dengan jelas bahwa ada paradigma baru tentang politik dan perubahan, yang semuanya menjadi simpang siur dan ambigu. Padahal paradigma politik dan perubahan akan sangat tergambar ketika dipahami bahwa realitas sosial (social reality) bukan hanya untuk dipahami tetapi juga untuk dikendalikan.
Termasuk kepedulian mahasiswa terhadap realitas struktural (structural reality) dan kultural masyarakat (cultural reality).

Hal ini bisa jadi pandangan terhadap mahasiswa selama ini merupakan ukuran over estimate terhadap kiprah mahasiswa dalam pentas politik. Kebanggaan filosofis mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan keras (iron stock), dan ukuran-ukuran romantisme lain, semakin membuktikan ketidakjelasan arah gerak mahasiswa. Alasannya, kerena slogan romantis tersebut tidak pernah ditemui realitasnya secara benar

Kedua, dalam tinjauan Empirik. Saat ini kita dihadapkan pada perkembangan budaya modern yang demikian cepat. Perubahan sosial yang terjadi dipicu oleh kemajuan instrumen ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama pada teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Saat ini kita pun dihadapkan pada perkembangan “ketegangan” kehidupan berpolitik yang membuat wajah perpolitikan negeri ini merah memanas. Dalam skala global, ini bisa kita namakan sebagai gejala over heating yang menimpa peradaban. Tetapi sangat membanggakan kiranya, ketika ada sekelompok mahasiswa yang memilih untuk berada pada garda publik yang dinamis.

Telah marak pergerakan mahasiswa pada era reformasi ini. Setidaknya ada dua pandangan mahasiswa terhadap peranannya dalam pentas politik. (1) mengikuti arus besar yang ada (2) menunjukan idealisme mahasiswa yang berbeda.

Pilihan pertama nampaknya selalu menjebak –kalau tidak dikatakan pilihan- aktivis gerakan mahasiswa. Namun benarkah pilihan pertama merupakan pilihan alternatif, ataukah pilihan kedua? Carles Darwin mengatakan “it is strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the ones most responsive to change”. Hanya saja hipotesis Darwin tersebut ditujukan kepada makhluk bernama “hewan”, dan memang itu terbukti. Namun, hipotesis Darwin tersebut terlalu gegabah ketika diterapkan kepada sosok manusia. Karena, faktanya manusia yang mampu eksis adalah manusia yang mampu untuk tampil beda. Terlebih ini adalah mahasiswa.

Gerakan mahasiswa yang pada awalnya berkomitmen untuk menunjukan idealismenya dalam pentas politik, seringkali menjadi pragmatis dan terjebak dengan keadaan karena kekaburan metode dan juga jiwa perjuangan mahasiswa yang hanya bermuara pada kepentingan sesaat.
Sejatinya revisi dan reposisi gerakan mahasiswa akan sangat menentukan potret negeri ini ke depan, bahkan potret sebuah peradaban.

Ketiga, secara normatif. Banyak harapan masyarakat yang bertumpu pada mahasiswa. Dengan melihat harapan tersebut dan potensi yang dimiliki mahasiswa, posisi mahasiswa sebagai agent of change bukanlah sesuatu yang utopis. Sehingga, pandangan yang berlebihan terhadap mahasiswa merupakan pandangan yang memang harus dibuktikan dengan penuh kehormatan. Tidak menjadi angan, bahkan cemoohan yang menyandarkan kepada posisi mahasiswa tadi.

Maka tidak bisa ditawar-tawar lagi, mahasiswa dalam konteks perjuangan politik haruslah memiliki konsepsi pemikiran (thought) yang jelas dan tegas, kemudian harus mendefinisikan metode (method) penerapan pemikirannya, bahkan mampu menjelaskan langkah-langkah yang cerdas dalam menjelaskan upaya meraih tujuan dalam konsepsi pemikirannya. Mahasiswa tersebut haruslah orang-orang yang tersadarkan, bukan hanya modal semangat dan keinginan emosional yang melandasi perjuangan politiknya, sehingga ikatan yang mereka bangun adalah ikatan yang mendasar, bukan hanya slogan dan perasaan emosional-temporal.

Sehingga, harapan atas politik mahasiswa –menjawab pertanyaan, "mau kemanakah pergerakan mahasiswa?"- adalah untuk menuju kepada kebangkitan, bukan malah memperburuk kondisi yang sudah ada. Oleh karena itu, keberanian mahasiswa untuk bepikir lebih mendasar yang didasarkan pada konsepsi ideologis, bukan atas ego, kepentingan, dan kemanfaatan belaka akan memberikan jaminan bahwa yang mahasiswa lakukan di masa ini bukan hanya menyelamatkan mereka dan masa sekarang saja, namun untuk membentuk tatanan yang lebih terhormat demi kehidupan umat manusia. Semoga!***


Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?

Gerakan Mahasiswa mau ke Mana?



POLITIK dalam paradigma mahasiswa tentu sudah tidak asing lagi. Bahkan, saat ini perjuangan politik telah menjadi mind-set dan flatform perjuangan mahasiswa. Mulai dari kajian-kajian politik yang semakin menggejala, sampai aksi turun ke jalan yang kayaknya menjadi ciri khas seseorang bila ingin disebut sebagai aktivis pergerakan mahasiswa. Naïf memang, ketika ciri khas sebuah pergerakan mahasiswa hanya dinilai dari keterlibatannya di jalanan saja. Boleh dikata, saat ini ada semacam pergeseran makna politik dari yang seharusnya. Saat ini, perjuangan politik mahasiswa hanya dimaknai sebuah perjuangan untuk demo, kritik reaksioner, sikap frontal, menjadi sorotan wartawan, dan lain sebagainya. Kepentingan dan jeritan masyarakat hanya menjadi lisptik perjuangan dalam rangka mempopulerkan diri mereka sendiri. Buktinya, banyak kalangan mahasiswa yang mengaku sebagai aktivis pergerakan, tetapi tidak mengerti tentang konsep perubahan masyarakat, kebangkitan masyarakat, kritik sosial politik yang ideologis, bahkan tidak mengerti permasalahan utama masyarakat yang ada saat ini.

Oleh karena itu, saya sangat tertarik untuk membedah arah perjuangan mahasiswa yang ada saat ini, dan kaitannya dengan aspek sosio-historis yang melatarbelakanginya. Agar lebih argumentatif, maka penulis mencoba untuk meninjaunya dari tiga sudut pandang ; historis, empirik, dan normatif. Pertama, dalam telusur historis. Sesungguhnya akan kita dapati bahwa arah gerak mahasiswa hanya menampilkan peninggalan monumen yang tidak terlalu berarti. Tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1998, adalah contoh catatan kecil yang menorehkan peran dan posisi mahasiswa di dalamnya. Dapat dipahami, bahwa gerakan politik mahasiswa terbelenggu dengan selogan, serta simbol-simbol yang menggoreskan ketidakartiannya dari apa yang telah dilakukan mahasiswa. Dalam sejarah panjang mahasiswa di negeri ini, terlihat dengan jelas bahwa ada paradigma baru tentang politik dan perubahan, yang semuanya menjadi simpang siur dan ambigu. Padahal paradigma politik dan perubahan akan sangat tergambar ketika dipahami bahwa realitas sosial (social reality) bukan hanya untuk dipahami tetapi juga untuk dikendalikan.
Termasuk kepedulian mahasiswa terhadap realitas struktural (structural reality) dan kultural masyarakat (cultural reality).

Hal ini bisa jadi pandangan terhadap mahasiswa selama ini merupakan ukuran over estimate terhadap kiprah mahasiswa dalam pentas politik. Kebanggaan filosofis mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan keras (iron stock), dan ukuran-ukuran romantisme lain, semakin membuktikan ketidakjelasan arah gerak mahasiswa. Alasannya, kerena slogan romantis tersebut tidak pernah ditemui realitasnya secara benar

Kedua, dalam tinjauan Empirik. Saat ini kita dihadapkan pada perkembangan budaya modern yang demikian cepat. Perubahan sosial yang terjadi dipicu oleh kemajuan instrumen ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terutama pada teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi. Saat ini kita pun dihadapkan pada perkembangan “ketegangan” kehidupan berpolitik yang membuat wajah perpolitikan negeri ini merah memanas. Dalam skala global, ini bisa kita namakan sebagai gejala over heating yang menimpa peradaban. Tetapi sangat membanggakan kiranya, ketika ada sekelompok mahasiswa yang memilih untuk berada pada garda publik yang dinamis.

Telah marak pergerakan mahasiswa pada era reformasi ini. Setidaknya ada dua pandangan mahasiswa terhadap peranannya dalam pentas politik. (1) mengikuti arus besar yang ada (2) menunjukan idealisme mahasiswa yang berbeda.

Pilihan pertama nampaknya selalu menjebak –kalau tidak dikatakan pilihan- aktivis gerakan mahasiswa. Namun benarkah pilihan pertama merupakan pilihan alternatif, ataukah pilihan kedua? Carles Darwin mengatakan “it is strongest of the species that survive, nor the most intelligent, but the ones most responsive to change”. Hanya saja hipotesis Darwin tersebut ditujukan kepada makhluk bernama “hewan”, dan memang itu terbukti. Namun, hipotesis Darwin tersebut terlalu gegabah ketika diterapkan kepada sosok manusia. Karena, faktanya manusia yang mampu eksis adalah manusia yang mampu untuk tampil beda. Terlebih ini adalah mahasiswa.

Gerakan mahasiswa yang pada awalnya berkomitmen untuk menunjukan idealismenya dalam pentas politik, seringkali menjadi pragmatis dan terjebak dengan keadaan karena kekaburan metode dan juga jiwa perjuangan mahasiswa yang hanya bermuara pada kepentingan sesaat.
Sejatinya revisi dan reposisi gerakan mahasiswa akan sangat menentukan potret negeri ini ke depan, bahkan potret sebuah peradaban.

Ketiga, secara normatif. Banyak harapan masyarakat yang bertumpu pada mahasiswa. Dengan melihat harapan tersebut dan potensi yang dimiliki mahasiswa, posisi mahasiswa sebagai agent of change bukanlah sesuatu yang utopis. Sehingga, pandangan yang berlebihan terhadap mahasiswa merupakan pandangan yang memang harus dibuktikan dengan penuh kehormatan. Tidak menjadi angan, bahkan cemoohan yang menyandarkan kepada posisi mahasiswa tadi.

Maka tidak bisa ditawar-tawar lagi, mahasiswa dalam konteks perjuangan politik haruslah memiliki konsepsi pemikiran (thought) yang jelas dan tegas, kemudian harus mendefinisikan metode (method) penerapan pemikirannya, bahkan mampu menjelaskan langkah-langkah yang cerdas dalam menjelaskan upaya meraih tujuan dalam konsepsi pemikirannya. Mahasiswa tersebut haruslah orang-orang yang tersadarkan, bukan hanya modal semangat dan keinginan emosional yang melandasi perjuangan politiknya, sehingga ikatan yang mereka bangun adalah ikatan yang mendasar, bukan hanya slogan dan perasaan emosional-temporal.

Sehingga, harapan atas politik mahasiswa –menjawab pertanyaan, "mau kemanakah pergerakan mahasiswa?"- adalah untuk menuju kepada kebangkitan, bukan malah memperburuk kondisi yang sudah ada. Oleh karena itu, keberanian mahasiswa untuk bepikir lebih mendasar yang didasarkan pada konsepsi ideologis, bukan atas ego, kepentingan, dan kemanfaatan belaka akan memberikan jaminan bahwa yang mahasiswa lakukan di masa ini bukan hanya menyelamatkan mereka dan masa sekarang saja, namun untuk membentuk tatanan yang lebih terhormat demi kehidupan umat manusia. Semoga!***


Sabtu, Agustus 16, 2008

Profil LDK STIK BP

PROFIL LEMBAGA DAKWAH KAMPUS RUFAIDAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR

Sejarah singkat terbentuknya LDK

Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Putera Banjar hampir seluruhnya beragama Islam. Akan tetapi suasana kehidupan yang Islami berdasarkan kepada aturan Islam hampir tidak ada. Pelaksanaan ajaran Islam hanyalah sebatas pada aktivitas ibadah ritual saja seperti sholat. Sementara aktivitas lain jauh dari nilai –nilai Islam. Hal ini disebabkan tidak adanya aktivitas dakwah baik perorangan maupun berkelompok, ditengah –tengah mahasiswa yang menunjukan jalan Islam.

Dalam alqur’an surat Al-Imran ayat 104 :

. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.

Melihat kondisi diatas, yaitu tidak adanya kelompok yang menyeru kepada Islam dan atas dasar hukum berupa perintah Allah SWT dalam surat Al Imran ayat 140 tadi, Alhamdulillah ada beberapa individu yang sadar akan pentingnya dakwah Islam berupa penyampaian nilai-nilai Islam, dan menjalin ukhuwah dengan mahasiswa, yang bertujuan melanjutkan kehidupan Islam. Setelah bermusyawarah maka diputuskanlah untuk membentuk organisasi dakwah kampus yang diharapkan nantinya mampu mengemban dakwah. Banyak usulan nama yang diajukan bagi UKM Kerohanian Islam ini, Akan tetapi, forum memilih nama LDK bagi UKM Kerohanian Islam. LDK kepanjangan dari kata Lembaga Dakwah Kampus. Nama Rhufaida diambil dari seorang perawat muslim pada masa Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah, yang berasal dari golongan Anshar.

Oraganisasi ini berkedudukan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehtan Bina Putera Banjar .Adapun tujuan dibentuknya organisasi ini tiada lain adalah untuk mendakwahkan Islam yang sempurna kepada civitas akademik STIK Bina Putera Banjar

Organisasi ini dibentuk pada Bulan Januari 2008 oleh beberapa mahasiswa diantaranya :

Andrianto (IKP) Sementer III

Mudrikah Ulfah (IKM) Semester VII

Yati (Kebidanan) Semenster III

Demokrasi VS Islam

Mengapa Umat Islam Harus Menolak Demokrasi

Pernyataan saya ini saya buat untuk mengomentari seputar pernyataan wakil presiden yusuf kalla, dalam surat kabar lokal Radar Tasik Malaya edisi 14 Agustus tahun 2008.Hal yang menarik untuk digaris bawahi adalah komentarnya tentang Islam dan Demokrasi. Katanya Islam dan Demokrasi memiliki latar belakang berbeda namun memilki tujuan yang sama yaitu kesejahteraan umum. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pidatonya pada forum masyarakat Islam madani yang dihadiri oleh perwakilan Negara-negara Asia Tenggara. Acara tersebut diselenggarakan oleh ICRP di istana Wapres. Sebagaimana di beritakan oleh media tersebut.

Dalam pidatonya kita Umat Islam, diajak untuk menerima demokrasi sebagai suata sarana atau metode dalam menggapai kesejahteraan umum. Pernyataan ini sungguh menyesatkan, menurut hemat saya. Kenapa?.

Pertama. Sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh pakwapres, bahwa demokrasi dan Islam memiliki latar belakang berbeda, yaitu Demokrasi menggunakan Sekulerisme sebagai asasnya, berupa pemisahan agama dari urusan kedaniawian. Segala aspek keduniawian harus netral atau bersih dari nilai-nilai agama. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam, yang menjadikan islam sebagai standar kehidupan, dengan kata lain Islam memadukan nilai-nilai agama sebagai standar dalam berbagai dimensi kehidupan, baik aktivitas keduniawaian maupun ukhrowi (ritual).

Kedua. yang kita tolak karena kita sebagai muslim, adalah Demokrasi merupakan tsaqopah atau bagaian dari kebudayaan asing yang berasal dari peradaban yunani. Kita sebagi Umat islam dilarang mengikuti peradaban selain yang berasal dari peradaban Islam. Sabda nabi Muhammad SAW “barang siapa yang meyerupai suatu kaum maka ia bagian dari kaum tersebut”. Hadis tersebut dengan sangat jelas melarang kita agar tidak mengikuti jalan atau tatacara orang kafir.

Ketiga. Dalam demokrasi ada istilah kedaulatan ditangan rakyat atau dengan kata lain rakyat (manusia) memiliki hak untuk membuat hokum. Sedangkan dalam Islam Allahlah yang berhak membuat hukum. Manusia hanya diperkenankan menggali hukum atau dikenal dengan istilah ijtihad. Dalam islam persoalan membuat hukum sudah jelas dalilnya bacalah surat Al maidah ayat 49 -50. Jadi dalam Islam kedaulatan ada ditangan Syara bukan di tangan manusia yang kadang memiliki sipat sombong. Kalaupun ada yang berargumen bahwa yang berhak mengatur dirir kita adalah kita sendiri karena yang mengetahui kebutuhan dan kehendak kita adalah diri kita. Pernyataan seperti ini sungguh sangat sombong, padahal kita diciptakan oleh Allah, yang jelas-jelas lebih mengetahui tentang segala sesuatu.

Umpamanya adalah seorang insinyur komputer, insinyur ini, ketika membuat computer dari mulai software hingga hardware, sesuai dengan standar kebutuhan. Sebagai seorang ahli computer, dia mengetahui seluk beluk tentang mesin ciptaannya, maka dia mengeluarkan buku panduan dalam mengoprasikan computer. Sebagai salah satu bentuk rasa cintanya terhadap bidang yang digelutinya maka dia membuka layanan service computer, jika ada yang rusak dan les belajar computer. Kalau kita analogikan, begitu pula dengan kehidupan manusia di dunia, Allah menciptakan alam ini dengan serba teratur dan tertib sesuai dengan kehendakanya. Manusia diciptakan di dunia adalah untuk beribadah, yang salah satunya adalah dengan menjalankan aturan Allah.

Hal inilah yang jarang dipahami oleh kebanyakan kaum muslim. Yang lebih disayangkan lagi banyak “oknum ulama” dan cendekiawan muslim yang justru terjebak dalam Lumpur demokrasi akibat terlalusilau dengan peradaban barat. Mungkin dengan niat ingin menegakan kalimat Allah, tapi malah mendukung kekufuran. Coba kita lihat sejarah, sejak negara ini dibentuk hingga sekarang, partai-partai Islam yang ingin menerapkan Islam secara sempurna nggak pernah terjadi contohnya adalah masyumi yang dijebak masuk Volkskrad (semacam DPR) suara umat Islam kalah banyak dengan suara orang-orang kafir. Akhirnya masyumi di bubarkan oleh pemerintah. Kita lihat kasus partai Islam Aljazair FIS pada tahun 1991, yang menang telak hasil pemilu langsung, dan hampir selangkah lagi menguasai Negara.tapi apa akhirnya?. Nasibnyapun sama seperti masyumi. Hasil pemilu langsung tersebut dibatalkan oleh pihak militer yang kuat dan didkng oleh Negara-negara barat. Kemenangan partai FIS di abolish karena ingin menerapkan syariat Islam, partai FIS resmi dilarang, para aktivisnya ditangkapi dan di jebloskan kepenjara. Betapa sulitnya menerapkan hukum Islam lewat Demokrasi Ini karena sistem Demokrasi dicipatakan untuk mempersempit ruang lingkup agama, yaitu dengan asas sekulerisme.

Bagi orang –orang yang meyakini Demokrasi sebagai kebenaran maka hal itu telah divonis kaffir. Banyak fatwa ulama yang memfatwa bahwa jika seorang muslim meyakini ada hukum yang lebih baik dari hukum Allah maka dia kaffir.karena memang demokrasi itu bukan dari wahyu Allah tetapi, berasal dari pemikiran manusia yang banyak kelemahan.

Sebuah aturan kufur yang mesti ditolak mentah-mentah malah diagung-agungkan, sementara system yang jelas diridhoi Allah ditolak dengan berbagai alasan. Percaya tidak percaya tapi inilah realita sistem kufur demokasi yang wajib kita campakan. Pernyataan semacam yang dilontarkan pak yusuf kalla perlu dikaji ulang. Kemudian timbang dengan kaca mata Islam apakah sesuai dengan syariat atau tidak melanggar syariat. Kita jangan sekali –kali mengambil peradaban dan kebudayaan dari barat untuk kita gunakan sebagai aturan hidup. Cukuplah Islam sebagai aturan hidup kita . sudah banyak contoh akibat dari meninggalkan Syariat Allah. Contohnya adalah negeri ini bencana dimana mana dan kebanyakan bencana tersebut di akibatkan karena ulah tangan-tangan manusia.

Maka marilah kita sebagai muslim untuk kembali kepada jalan Islam yang sempurna.

Andrianto

Mahasiswa STIKes Bina Putera